Saya yakin bukan hanya saya yang menangis saat menonton hafiz indonesia 2017.
Dua hari ini saya secara tidak sengaja menonton hafiz, jadi tidak menonton penuh, namun tetap saja mata ini rasanya berair.
Para peserta hafiz indonesia 2017 itu masih anak-anak, dan menakjubkan bahwa banyak dari mereka yang hafalannya sudah lebih dari 5 juz.
Saya ingin mengambil pelajaran dari dua peserta terakhir yang saya lihat.
1. Salah satu peserta menangis saat diperlihatkan video saat bertemu ibunya. Kangen. Dalam video itu, ibunya kurang lebih berkata seperti ini "Banyak orang mengira saya yang mengajarkan anak saya, padahal tidak. Justru saya belajar dari anak saya. Baru belakangan ini saya suka membaca al quran sebelumnya tidak. Kan kalau hasan murajaah mau ngga mau saya buka quran juga."
Saya bisa melihat betapa sang anak dan sang ibu saling menyayangi. Ada kedekatan emosional yang kuat diantara mereka. Sang ibu selalu mengelus-elus anaknya saat mau tidur, dan sampai sekarang masih begitu.
2. Peserta lainnya berbeda dengan yang lain karena didampingi abangnya selama masa karantina. Abangnya ini hafiz juga. Abangnya juga nampak sayang pada adiknya dan suka menyelipkan bacaan bacaan quran pada setiap aktivitas mau pun permainan. Sambil bermain petak umpet misalnya. Saat berjaga, sang adik tidak menghitung angka seperti yang biasa kita lakukan, tapi memurajaah hafalannya. Katanya kalau murajaah sambil duduk suka ketiduran.
Menariknya, ayah mereka adalah seorang tentara tni berseragam. Ini mengajarkan pada saya bahwa apapun profesinya, boleh punya impian apa saja, bahkan punya anak yang hafiz sekalipun. Saat kita masih jauh dari hafiz, kitapun boleh bercita cita punya anak yang hafiz. Kita boleh berusaha mencapainya, sembari terus berusaha pula mencapai impian itu untuk diri sendiri.
Saya juga jadi terpikir, bahwa kasih sayang yang tulus insyaallah dapat membuka jalan jalan yang tadinya kita anggap tidak mungkin.
Saya jadi ingat nasihat ust nouman ali khan, sebagai orangtua kita punya 2 fungsi : menjaga spiritual, juga menjaga kedekatan emosional. Terkadang kita bisa menjalankan keduanya sekaligus, tapi kadang hanya bisa satu persatu. Contohnya akan sibahas di lain kesempatan ya, insyaallah.
Saya jadi penasaran lebih lanjut tentang latarbelakang kehidupan masing masing dari para peserta. Bagaimana orangtuanya? Apa cita-cita dan prinsip orangtua nya? Bagaimana kesehariannya? Bagaimana caranya ? Bagaimana kiprah mereka nantinya saat dewasa ?
Masyaallah. Tabarakallah.
Semoga kita dianugerahkan cita-cita yang tinggi dan mulia, yang mengantarkan kita dan keluarga kita pada surga Allah yang terbaik.
Selasa, 30 mei 2017
Hajah Sofyamarwa R.
#30dwc #30dwchajah #30dwcjilid6 #day 13
No comments:
Post a Comment