Friday, May 31, 2013

Bincang Jurnalis Bergizi dengan Pak Budhiana

Ini dia!
Kalau di film-film kartun, tiba-tiba ada lampu bohlam nyala di atas kepala :)

Aku benar-benar bersyukur atas pilihanku untuk mengikuti forum ini. Setelah bernostalgia main gagarudaan ada lima bareng dengan teman-teman salman media, kami, para SUJU (Supporting Journalist hehe), berkesempatan untuk berdiskusi dan makan siang (baca: ditraktir hehe) sama Pak Budhiana Kartawijaya (Dewan Pembina). Pak Budhiana ini Pimred Pikiran Rakyat.

Bismillah..

* * *

Pada kesempatan kali ini, Pak Budhiana menceritakan hal-hal yang kaya gizi dan nutrisi! Diawali dengan pertanyaan, "mengapa mesti ada Suju?". Supporting journalist dari tiap unit di salman ini bukan sekedar "membantu" tim salman media dalam memberikan berita-berita, melainkan mendukung visi besar mengenai  Salman Cyber Mosque. Apa yang ada dalam pikiran kalian mendengar kata Salman Cyber Mosque ? Fokus intinya bukan pada semua komputerisasi, dll semacam itu. Tapi bagaimana salman bisa berbagi, menginspirasi dan mendorong masyarakat supaya produktif di IT.

Di era informasi ini, insan jurnalis diharapkan menjadi Prosumen. Apa itu Prosumen? Kalau yang kutangkap dari beliau, Prosumen adalah kombinasi dari Produsen dan Konsumen. Dimana kita tidak hanya sekedar menerima lalu lintas informasi yang ada, tapi juga dapat mengolahnya dengan baik, serta memproduksi informasi yang bermanfaat.

Alasan yang kedua, salman sebagai pengguna dana titipan umat, dana publik. Tahu sendiri kan, banyak donatur yang mempercayakan rezekinya lewat salman? Nah sebagai lembaga yang amanah, tentu segala pelaporan harus dilakukan. Pak Budhi menjelaskan, selama ini pelaporan dilakukan ke akuntan. Dalam laporan teknis semacam itu, tidak semua pihak akan mengerti, kan? Maka, laporan kepada publik harus berbentuk soft language, artinya dengan bahasa-bahasa yang lebih mudah dipahami siapapun, dalam hal ini reportase berita-berita kegiatan. Selama ini, masih banyak orang menganggap pemberitaan media itu sunnah, padahal wajib. Itu bentuk pertanggungjawaban terhadap publik.

Kau tahu? Sebelum media salman didirikan, orang-orang curiga dengan salman. Salman di cap ekstrimis-lah, teroris-lah, dll. Kenapa? Mungkin karena itu, pelaporan publiknya belum gencar, karena belum produktif membuat informasi-informasinya. Setelah mulai concern pada media, bahkan salman sempat loh menarik perhatian Monash University dan Kedutaan Amerika.

"Kalau kita tidak bermedia, 
kita akan didefinisikan orang lain."
-- Budhiana Kartawijaya

Setelah ini, kita tidak pernah tahu, akan terus menjadi wartawan beneran, wartawan freelance (nge-blog pribadi), atau bahkan tidak sama sekali. Tapi, menjadi jurnalis itu melatih kepekaan kita terhadap lingkungan. Ada hal-hal kecil yang biasa namun bisa dipandang sebagai sesuatu yang luar biasa. Contoh sederhana saja, mungkin sangat biasa bagi kita melihat ada kopi dan teh yang disediakan gratis di salman, karena kita memang sudah terbiasa melihatnya sepanjang hari. Tapi,bila hal "biasa" itu kita publikasikan, mungkin bisa menjadi inspirasi untuk masjid-masjid lain, dan itu bermanfaat, bukan?
Contoh lainnya, para karyawan di salman yang bertugas merapikan dan menjaga sepatu-sepatu kita. Tidak semua orang cukup peka untuk menyadarinya atau sekedar menyatakan "maaf", atau "terimakasih". Ketika jurnalis mengangkat hal itu, orang yang membaca mungkin jadi lebih sadar dan lebih menghargai mereka, ya kan?
 
Pak budhiana menyorot sedikit mengenai kesalahan yang kadang ada pada pers mahasiswa. Yang pertama, ikut "nimbrung" dengan permasalahan dunia (isu global), namun tidak membahas implikasinya  pada lingkungan sekitarnya. Kalau begini saja, mungkin beritanya akan kalah dengan media-media yang sudah lebih mendalam. Sangat baik membahas permasalahan global, mahasiswa seharusnya memang peduli seperti itu, namun sebaiknya isu global yang ada dicari implikasi terhadap lingkungan sekitarnya.
Kesalahan kedua terkadang diisi oleh pengasuh yang ngarang membuat opini. Sebaiknya reportase, jadi dapat menggambarkan apa yang terjadi sebenarnya.

Sebagai penutup pak budhiana menjelaskan bahwa reportase tidak harus selalu dari hal besar. Reportase itu memaknai sesuatu. Jurnalistik itu intinya bercerita tentang manusia. Kalaupun berfokus pada suatu objek, tetap memaknainya dengan keberadaan manusia. Jurnalistik itu pengayaan batin terhadap kemanusiaan. Jurnalistik dapat menjadikan semua hal itu penting, tergantung dari sisi mana kita memandang.

* * *

Setelah itu kami ke WS DU tapi lagi tutup (pengajian euy katanya), dan akhirnya ke simpang raya dago :9
Horeee :D

FYI: Hal menarik dari beliau, beliau suka jus wortel, katanya di kantor juga suka ngemil wortel. Hihi. Sehat bener cemilannya hehe :D

Sunday, May 26, 2013

Reading Lights The Second Hand Bookshop

 


Reading Lights 

(the 2nd hand book shop & the coffee corner)

Jl. Siliwangi No. 16
Bandung Regency, West Java 
Phone +62 22 2036515

my first picman random spot of the week*
yeay! tempat ini direkomendasikan oleh tristi, sehabis belajar ngeliput acara nikah massal di salman.

tempatnya enak, nyaman, pencahayaan bagus, koleksi buku-buku impor yang bisa dibaca di tempat dan dibeli (berbahasa inggris berro hehe), makanan macem2 yang bisa dipesan, lagu yang enakeun (yang gaul-gaul classic gitu lah. saya gatau apa sebutannya, hehe)

Toilet dan musholla di lantai 2.

seru juga kalau suatu saat punya bookshop semacam ini. pengunjung bisa baca sepuasnya, sambil pesen makan. yeay! insyaallah :)

* * *
 
HOW-TO-GET-THERE:
naik angkot caheum ledeng dari ITB, turun sebelum pertigaan yang belok ke arah cihampelas atau ciumbuleuit.


* * *

*) istilah hanya diketahui oleh penulis hehe
yak laporan selesai! :D

Tunggu! Saya Juga Seniman!


"Tunggu! Saya juga seniman!"
Jawaban menakutkan yang mungkin terdengar,
"Bagaimana kau tahu?"
Tentunya seorang seniman baru tidak akan pernah tahu.
Hanya ada impian, perasaan, dorongan, hasrat.
Jarang sekali ada bukti nyata, tetapi impian itu terus membumbung.

--Julia Cameron, Meniru Kreativitas Tuhan--

Cerpen Dramatis Ironis : Mahasiswa dalam penantian beasiswa



Langkah kakinya berat, pikiran gadis itu melayang, matanya nanar menatap uang di dompetnya yang tinggal selembar. Wajah pangeran antasari dalam uang 2000 rupiah itu hanya dapat menatapnya datar, tentu tak bisa menggandakan diri seperti harapannya.

Baru akhir-akhir ini rasanya  ia merasakan kesulitan finansial. Bukan, bukan, orangtua gadis itu tidak tiba-tiba jatuh miskin. Keluargapun bukan kaya raya, tidak bisa juga dibilang miskin, biasa saja. Walaupun orangtuanya sudah pensiun, alhamdulillah keluarga selalu berkecukupan. Sang gadis pun hampir selalu bisa mengatur keuangannya dalam kesempitan. Kali ini lain, mungkin memang sedang banyak pengeluaran, tugas akhir pendidikannya kini juga butuh biaya, dan ternyata orangtua di rumahnya juga emmang sedang sulit biaya.

Hidup dalam zona nyaman, Rahma, panggilan akrabnya, merasa tidak ada yang perlu diperjuangkan. Bisa makan sehari tiga kali, kadang berlebihan bisa buat jajan atau membeli buku untuk hobi baca-tulisnya. Selain dari orangtua, rahma juga bekerja sebagai pengajar privat, lumayan untuk tambahan. Amal sedekahnyapun tak ada yang istimewa, ia tak pernah secara sengaja merencanakan amalan yang satu ini.

Mendadak rahma rajin sekali berkunjung ke mesin ATM. Saldonya tetap tak berubah.
Harapannya hanya satu, uang beasiswa segera turun. Haha! Dari 8 semester perkuliahan, ini kali kedua ia mengajukan beasiswa dan dapat. Tak seberapa, tapi saat ini menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu karena ia benar-benar tak punya uang.

****

Dalam perjalanannya, lamunan Rahma dibuyarkan, seketika  pengamen cilik menghampirinya.
"Eh, teteh!"ujarnya. Rahma mengenalinya, Erna namanya. S enyum mengembang dengan mata kecilnya yang berbinar. Pengamen cilik itu sering berganti-ganti profesi. Kadang mengamen, kadang berjualan keripik, kadang berjualan es atau kadang hanya sekedar bermain disekitaran taman.

"Eh erna, lagi apa disini?", tanya Rahma penasaran

"ini ingin beli batu batere, teh! Buat mobil-mobilan adik!"

Rahma terdiam, ingat uangnya yang kini sangat minim. Membayangkan bila sisa uangnya harus dibelikan baterai, mungkin setelah itu hanya akan punya 3 koin seratusan.
"Yaudah sini sama teteh aja ya, si ade mana?"

"Adek lagi di taman. Makasih ya teh!"

Cess.. Ada kesejukan di dadanya. Lama nian hatinya tak merasa begini. Memberi di saat sulit memang sangat sulit, namun janji Allah tak pernah salah. Ketenangan bathin jadi kekayaan tersendiri yang tak dapat dibayar  dengan apapun.

****

Ada yang salah ketika ia berharap rezeki datang dari beasiswa. Selama ini ia tak pernah benar-benar meminta pada Tuhan. Selama ini, rezeki yang datang padanya semata-mata kebaikan Tuhan. Ketika ia tak pernah meminta, sangat mungkin ia jadi tak pernah bersyukur atas apa yang dimilikinya. Walau tuhan tak pernah pelit atau lupa, Tuhan selalu tahu bagaimana cara mengingatkan hambaNya.

Rezeki apapun datang atas kehendak-Nya. Rahma memikirkan ulang pada apakah ia menggantungkan harapannya, apakah pada pemberi beasiswa ? Bukankah seharusnya ia hanya berharap pada pemilik langit bumi dan seisinya yang Maha Kaya dan Maha Pemurah itu?
Ingat dalam setiap rezeki ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Bukan hanya sekedar untuk menolong orang, tapi karena Tuhan yang menyuruhmu berbuat baik seperti itu.

Kini rahma tak punya uang sepeser pun, namun langkahnya kini semakin ringan :)


Hajah Sofyamarwa
Rabu, 8 Mei 2013

 ___
Based on true story.
Lama banget ga buat dan baca cerpen, sampai lupa gimana seharusnya. hehe

Friday, May 24, 2013

epilog kerja praktek

Bismillah

Mau menggenapi kisah KP (kerja praktek) ku.
Sudah hampir setahun lewat ya? Tidak apa, yang penting sudah selesai kulewati prosesnya hingga akhir, dan serial KP ini jadi lengkap deh hehe

Setelah kerja praktek berlalu, saatnya menyusun laporan. Sebetulnya sembari kerja praktek aku mulai menyicil bikin laporan. Alasannya, sambil mengisi waktu dan supaya ga keteteran.

Wejangan banget nih, setelah KP selesai, selesaikan juga semua laporan sesegera mungkin. Kalau enggak, virus malesus bangetus akan segera menjangkiti. Akibatnya hidup jadi tidak tenang dan ngos-ngosan.

Sebelum kembali dari tempat kerja praktek, jangan lupa cek semua kelengkapan administrasi yang harus dilengkapi. Cem cem form nilai dll (bisa cek sendiri ya apa aja). Apalagi kalo tempat KP nya jauh, kau repot juga kalo mesti bulak-balik. Balitsa mah da deket hehe.

Biasanya setelah kerja praktek selesai, akan ada deadline-deadline dari dosen kordinator KP. Nilai harus masuk, dan laporan KP kita pun harus melewati berbagai proses (konten diperiksa pembimbing KP, penulisan di periksa sama dosen evaluator dan dosen kordinator). Proses ini ga sebentar loh, harus siap ngedit-ngedit dan print ulang. Yah mungkin sama kalo ntar nyusun skripsi #eh

Nah, pengalamanku, setelah dievaluasi sama dosen evaluator, sempet tuh aku kena virus malesus bangetus tadi. Alesannya karena waktu itu lagi punya kesibukan lain (namanya juga alesan -,-).
Alhamdulillah ga parah, setelah editan terakhir, udah tinggal di print aja. Bu Rina (Dosen Kordinator KP) nya juga cukup kooperatif kalo kitanya kooperatif. Tinggal dijilid, beres deh! Yeeeee senangnyaaa :D :D

3 paket laporan hardcover udah jadi, sekarang saatnya ditandatangan, besok bisa diambil dan bisa dikasihin ke Balitsa. Yiha!!

Lancar? Lancar.
Disini nih kejadian yang sama sekali ga terduga.

****
Pagi itu aku ambil 2 paket laporan KP dari TU, 1 nnya udah diambil bu Rina untuk disimpan di perpustakaan. Rencananya insyaallah besok mau ta' kasihin ke balitsa. Sorenya aku ada jadwal ngajar privat. Hihi saat itu lagi bawa motor sendiri ke daerah karang setra.
Sekitar jam 8 malem, aku udah sampe soekarno hatta, deket depo bangunan. Singkat cerita, tasku dijambret. Ya, tas. Tas yang isinya ada laporan KP (dan lain-lain tentunya).

Akibatnya?  
Semua softfile laporan ikut hilang bersama laptop di dalam tas, sama sekali ngga ada backup an nya. See? Kita ngga pernah tau takdir apa yang Allah siapkan. Habis itu saya mesti curhat dulu sama bu rina, terus pinjem laporan 1 nya buat saya kopi ulang.

Laporan KP saya jadi tambah jelek deh karena potokopian hehe.

****
Ya sudah lah ya, semua pasti ada hikmahnya.


Serial kerja praktek, selesai! :D

Thursday, May 16, 2013

jangan berbicara sambil berenang


Jangan berbicara sambil berenang; ungkapkanlah saat keadaanmu sudah tenang. Bila engkau saja masih sibuk dengan dirimu dan masih perlu keluar dari keadaanmu, mengapa begitu ingin menyampaikan semua pengalamanmu? Apakah harus mengungkapkan semua peristiwa agar orang menganggapmu begitu istimewa? Selesaikanlah dulu perjalananmu, tuntaskan dulu pelajaranmu. Agar engkau tidak salah menyampaikan, agar orang tidak keliru menangkap kesan. Tetapi, bila dirimu memang telah selesai, bagikanlah semua pengalamanmu, rangkumlah dalam esai. Engkau telah terbimbing maka engkau pun wajib membimbing. Engkau telah sampai kepada-Nya maka engkau pun harus sampaikan berita tentang-Nya. Percayalah, engkau boleh jadi guru, tapi jangan terburu-buru!

Al-Hikam.  Untaian Hikmah Ibnu 'Athaillah
h. 186

#jleb

Wednesday, May 15, 2013

bicara sederhana


Siapa yang diizinkan untuk berbicara, penjelasannya mudah dipahami oleh manusia dan keterangannya jelas bagi mereka.

Kalimat yang sederhana menghadirkan pengaruh kesadaran yang membahana. Begitulah Allah senantiasa menghadirkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk berbicara dengan lisan-Nya. Para rasul, nabi, wali dan orang-orang arif yang kita temukan sampai hari ini adalah mereka yang mewakili-Nya untuk memberitahukan kebenaran dari-Nya. Lihatlah, meski mereka bukan ahli bahasa yang biasa menyampaikan kalimat sesuai dengan komposisi dan struktur. Tetapi, merekalah yang justru sangat indah dalam bertutur. Cara penyampaian mereka mudah dimengerti, runut dan teratur. Tentu, ini karena mereka hidup dengan hati yang jujur. Perilaku mereka dalam ucapan dan tindakan pastilah tidak pernah melantur. Mereka senantiasa hidup dalam bimbingan-Nya, yang membuat hati dan jiwa mereka lebur dalam keindahan-Nya yang menghibur
 
Al-Hikam.  Untaian Hikmah Ibnu 'Athailah
h. 184

bukan lomba lari

Memangnya menikah itu perlombaan lari? Jadi ada yang lambat menikah? Cepat menikah?
Semua orang paham bahwa jodoh adalah rahasia Tuhan. Sayangnya, tetap saja banyak yang mendefinisikan 'telat menikah', atau sebaliknya 'pernikahan dini'. Tidak ada standar kapan harus menikah, karena semua orang khas. Jika tiba masanya, maka pasti akan terjadi.
--Tere Liye




Kaget, tapi selamat mempersiapkan ya re :)
Semoga dilancarkan dalam prosesnya sampai selesai 
barakallah

Sunday, May 5, 2013

Beramal Islami di Dalam dan Melalui Jamaah (Anis Matta)


Walaupun satu keluarga kami tak saling mengenal
Himpunlah daun-daun yang berhamburan ini
Hidupkan lagi ajaran saling mencintai
Ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu
-M. Iqbal

Itulah beberapa bait dari sajak doa iqbal. Mungkin batinnya menjerit pada kesaksiannya atas zamannya: umat ini seperti daun daun yang berhamburan. Seperti daun daun yang gugur diterpa angin, tak ada lagi kekuatan yang dapat menghimpunnya kembali, menatanya seperti ketika ia masih menggayut pada pohonnya.

Begitulah kenyataan umat ini: mungkin banyak orang salih diantara mereka, tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan, tidak terhimpun dalam sebuah wadah bernama jamaah, mereka hilang diterpa angin zaman. Mungkin banyak potensi yang tersimpan pada individu-individu diantara mereka, tapi semuanya berserakan di sana sini, tak terhimpun.

Maka, jamaah adalah alat yang diberikan islam bagi umatnya untuk menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, supaya padu dengan kekuatan setiap orang shalih, orang hebat atau satu potensi bertemu pada dengan kekuatan saudaranya yang lain, yang sama shalihnya, yang sama hebatnya, yang sama potensialnya.

Jamaah juga merupakan cara yang paling tepat untuk menyederhanakan perbedaan-perbedaan individu. Di dalam satu jamaah, individu-individu yang mempunyai kemiripan disatukan dalam sebuah simpul. Maka, meskipun ada banya jamaah, itu tetap lebih baik daripada tidak sama sekali. Bagaimanapun, jauh lebih mudah memetakan orang banyak melalui pengelompokan atau simpul simpulnya, ketimbang harus memetakan mereka sebagai individu.

Maka jalan panjang menuju kebangkitan umat ini harus dimulai dari menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali jalinan cinta diantara mereka, menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian meledakkannya pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang teduh, yang menaungi kemanusiaan.

Tapi, itulah masalahnya.  Ternyata, itu bukan pekerjaan yang mudah; ternyata, cinta tidak mudah ditumbuhkan diantara mereka; ternyata, orang shalih tidak mudah disatukan; ternyata, orang hebat tidak selalu bersedia menyatu dengan orang hebat yang lain. Mungkin itu sebabnya, ada ungkapan di kalangan gangster mafia: seorang prajurit yang bodoh, kadang-kadang lebih berguna daripada dua orang jenderal yang hebat. Namun, tidak ada jalan lain. Nabi umat ini tidak akan pernah memaafkan setiap orang diantara kita yang meninggalkan jama'ah, semata-mata karena ia tidak menemukan kecocokan bersama orang lain dalam jama'ahnya. Bagaimanapun, kekeruhan jama'ah, kata imam Ali bin Abi thalib r.a jauh lebih baik daripada kejernihan individu.

DARI INDIVIDU KE  JAMA'AH
Orang-orang shalih diantara kita harus menyadari bahwa tidak banyak yang ia berikan atau sumbangkan untuk islam kecuali kalau ia bekerja di dalam dan melalui jama'ah. Mereka tidak dapat menolak fakta bahwa tidak ada orang yang dapat mempertahankan hidupnya tanpa bantuan orang lain; bahwa tidak pernah ada orang yang dapat melakukan segalanya atau menjadi segalanya; bahwa kecerdasan individual tidak pernah dapat mengalahkan kecerdasan kolektif. Bekerja di dalam dan melalui jamaah tidak hanya terkait dengan fitrah sosial kita, tapi terutama terkait dengan kebutuhan kita untuk menjadi lebih efisien, efektif, dan produktif.

 Ada juga alasan lain. Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan didalam dan melalui organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga, hiburan, dan lain-lain. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat modern menjadi sangat efektif, efisien dan produktif.

Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain.

Jadi kebutuhan setiap individu muslim untuk bekerja atau beramal islami di dalam dan melalui jama'ah, bukan saja lahir dari kebutuhan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitasnya, tapi juga lahir dari kebutuhan untuk bekerja dan beramal islami pada level yang setara dengan tantangan zaman kita.


Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri tanpa organisasi, dan kalau ada biasanya tanpa manajemen.


Pilihan untuk bekerja dan beramal islami di dalam dan melalui jama'ah, hanya lahir dari kesadaran mendalam seperti ini. Namun, kesadaran ini saja tidak cukup. Ada persyaratan psikologis lain yang harus kita miliki untuk dapat bekerja lebih efektif, efisien, dan produktif dalam kehidupan berjama'ah.


  1. Kesadaran bahwa kita hanyalah bagian dari fungsi pencapaian tujuan. Jama'ah didirikan untuk mencapai tujuan-tujuan besar: jama'ah bekerja dengan sebuah perencanaan dan strategi yang komprehensif dan integral. Di dalam strategi besar itu, individu harus ditempatkan sebagai bagian dari keseluruhan elemen yang diperlukan untuk mencapainya. Jadi, sehebat apapun seorang individu, bahkan sebesar apapun kontribusinya, dia tidak boleh merasa lebih besar daripada strategi dimana ia merupakan salah satu bagiannya. Baegitu ada individu yang merasa lebih besar dari strategi jama'ah, strategi itu akan berantakan. Untuk itu, setiap iindividu harus memiliki kerendahan hati yang tulus.

  1. Semangat memberi yang mengalahkan semangat menerima. Dalam kehidupan berjama'ah terjadi proses memberi dan menerima. Namun, jika pada sebagian besar proses kita selalu pada posisi menerima, secara perlahan kita "mengonsumsi" kebaikan-kebaikan orang lain hingga habis. Itu tidak akan pernah mampu melanggengkan hubungan individu dalam sebuah jama'ah. Betapa bijak nasihat KH. Ahmad Dahlan kepada warga Muhammadiyah, "Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah."

  1. Kesiapan untuk menjadi tentara yang kreatif. Pusat stabilitas dalam jama'ah adalah kepemimpinan yang kuat. Namun, seorang pemimpin hanya akan menjadi efektif apabila ia mempunyai prajurit-prajurit yang taat dan setia. Ketaatan dan kesetiaan adalah inti keprajuritan. Begitu kita bergabung dalam sebuah jama'ah, kita harus bersiap untuk menjadi taat dan setia. Akan tetapi, ruang lingkup amal islami yang sangat luas membutuhkan manusia-manusia kreatif, dan kreativitas tidak bertentangan dengan ketaatan dan kesetiaan. Jadi, kita harus menggabungkan ketaatan dan kreativitas; ketaatan lahir dari kedisiplinan dan komitmen, sementara kreativitas lahir dari kecerdasan dan kelincahan. Hal itu merupakan perpaduan yang indah.

  1. Berorientasi pada karya, bukan pada posisi. Jebakan terbesar yang dapat menjerumuskan kita dalam kehidupan berjama'ah adalah posisi struktural. Jama'ah hanyalah wadah bagi kita untuk beramal. Maka kita harus selalu berorientasi pada amal dan karya yang menjadi tujuan utama kita berjama'ah, dan memandang posisi struktural sebagai perkara sampingan saja. Dengan begitu, kita akan selalu bekerja dan berkarya, ada atau tanpa posisi struktural.

  1. Bekerjasama walaupun berbeda. Perbedaan adalah tabiat  kehidupan yang tidak dapt dimatikan oleh jama'ah. Maka, menjadi hal yang salaha jika berharap bisa hidup dalam sebuah jama'ah yang bebas dari perbedaan. Yang harus kita tumbuhkan adalah  kemampuan jiwa dan kelapangan dada untuk tetap bekerja sama dengan perpecahan dan karena itu kita tetap dapat bersatu walaupun kita berbeda.


JAMAAH YANG EFEKTIF
Mungkin jauh lebih realstis untuk mencari jama'ah yang efektif ketimbang mencari jama'ah yang ideal. Kita adalah umat yang sakit. Setiap kita mewarisi kadar tertentu dari penyakit tersebut. Jika orang-orang sakit itu sering bertemu dalam sebuah jama'ah, pada dasarnya jama'ah itu juga merupakan jama'ah yang sakit. Itulah faktanya. Namun, tugas kita adalah menyalakan lilin, bukan mencela kegelapan.

Jama'ah yang efektif adalah jama'ah yang dapat mengeksekusi atau merealisasikan rencana-rencanaya. Kemampuan eksekusi itu lahir dari integrasi antara berbagi elemen: ada sasaran dan target yang jelas, strategi yang tepat, sarana pendukung yang memadai, pelaku yang bekerja dengan penuh semangat, dan lingkungan strategi yang kondusif. Jama'ah yang didirikan untuk kepentingan menegakkan syariat Allah di muka bumi akan menjadi efektif apabila ia memililki syarat-syarat berikut ini:

  1. Ikatan akidah, bukan kepentingan. Orang-orang yang bergabung dalam jama'ah itu disatukan oleh ikatan akidah, dipersaudarakan oleh iman, dan bekerja untuk kepentingan Islam. Mereka tidak disatukan oleh kepentingan duniawi yang biasanya lahir dari syahwat; keserakahan (hubbud dunya) dan ketakutan (karahiatul maut).

  1. Jama'ah itu sarana bukan tujuan. Jama'ah itu tetap diposisikan sebagai sarana, bukan tujuan, sehingga tidak ada alasan untuk memupuk dan memelihara fanatisme sekedar untuk menunjukkan kesetiaan pada jama'ah. Hilangnya fanatisme juga memungkinkan jama'ah-jama'ah itu saling bekerja sama diantara mereka, membangun jaringan yang kuat, dan tidak terjebak dalam pertarungan yang saling mematikan.

  1. Sistem, bukan tokoh. Jama'ah itu akan menjadi efektif jika orang-orang yang ada di dalamnya bekerja dengan sebuah sistem yang jelas, bukan bekerja dengan seseorang yang berfungsi sebagai sistem. Pemimpin dan prajurit hanyalah bagian dari strategi, sistem adalh sesuatu yang terpisah. Dengan cara ini, kita mencegah munculnya diktatorisme, di mana selera sang pemimpin menjelma menjadi sistem,

  1. Penumbuhan, bukan pemanfaatan. Sebuah jamaah akan menjadi efektif jika ia memandang dan menempatkan orang -orang yang tergabung ke dalamnya sebagi pelaku-pelaku, yang karenanya perlu ditumbuh-kembangkan secara terus menerus, untuk fungsi pencapaian tujuan jama'ah itu. Jama'ah itu akan menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas individunya, dan tidak memandang mereka sebagai pembantu-pembantu yang harus dipaksa bekerja keras, atau sapi-sapi dungu yang harus diperah setiap saat.

  1. Mengelola perbedaan, bukan mematikannya. Jama'ah yang efektif selalu mampu mengubah keragaman menjadi sumber kreativitas kolektifnya, dan itu dilakukan melalui mekanisme syura yang dapat memfasilitasi setiap perbedaan untuk diubah menjadi konsensus.***



____________________________________________
Sebuah tulisan Anis Matta dalam bukunya yang berjudul "Dari Gerakan Ke Negara : Sebuah rekonstruksi Negara Madinah yang Dibangun dari Bahan Dasar Sebuah Gerakan"
Buku ini recomended banget menurut saya, membuka pikiran tentang esensi negara dalam islam, tahapan yang dicontohkan rasulullah, tentang rakyat dan pemimpinnya, tentang paradigma berpikir bagaimana penegakkan syariat yang sebenarnya, dan banyak hal lainnya.
Dari sekitar 30 essay singkat yang ada di buku ini, saya pilih yang ini karena cocok dengan apa yang saya pikirkan mengenai suatu hal yang terjadi di lingkungan terdekat saya, dan saya bingung harus berbuat apa, dan mulai dari mana. >,<

Thursday, May 2, 2013

Konsolidasikan Kembali Umat


Sebuah kutipan tulisan ustadz anis matta dari buku "Dari Gerakan ke Negara".
Saya kutip karena setuju dan pernah berpikir hal yang sama tapi tanpa bisa menterjemahkannya menjadi susunan kalimat hehe :)

* * *

KONSOLIDASIKAN KEMBALI UMAT

Yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa dunia islam telah terbelah lagi, terpecah lagi, dan terjebak dalam pilihan-pilihan yang hanya semakin memperdalam lubang perpecahan itu. Itu bukan karena kita menghadapi serangan mahadahsyat dan mendesak dari orang lain. Itu semata-mata karena senjata saudara-saudara kita telah dipakai untuk membunuh saudara kita sendiri.

. . .

Di hadapan kita tiba-tiba terkuak sebuah lubang yang menganga lebar bahwa dengan mudahnya umat ini diinfiltrasi dan dipecah belah oleh musuh dalam dirinya sendiri. Itu berarti ada cacat besar dalam struktur kehidupan umat kita. Cacat besar tulah yang menjadi salah satu ciri dari masyarakat yang tidak terorganisasi

. . .

Masyarakat yang tidak terorganisasi menyimpan berbagai kerapuhan dalam dirinya: kekuatannya terpecah dan tidak solid; emosi kolektifnya tidak sama dan karenanya kehilangan semangat pembelaan; mempunyai pemimpin yang ada secara fisik, tapi tidak mempunyai fungsi kepemimpinan; sering bertemu tapi tidak merumuskan apa-apa, apalagi melakukan sesuatu; tidak ada kebanggaan kolektif yang sama-sama mereka rasakan dan karenanya sulit dikonsolidasi; keragaman mereka merupakan sumber perpecahan dan bukan sumber produktivitas; keunggulan-keunggulan individu diantara mereka tidak terakomodasi dalam struktur organisasi kolektif mereka dan karenanya mengalami disfungsi; mereka tidak mempunyai kesiapan yang memadai untuk mengantisipasi berbagai tantangan, terutama yang bersifat tiba-tiba dan mengejutkan.

. . . 

Setiap individu muslim saat ini harus memperbarui kembali komitmennya kepada risalah dan jalan hidupnya sebagai muslim. Disitulah ia mengondisikan dirinya untuk memiliki kerendahan hati yang memadai, untuk dapat bekerja sama dalam sebuah tim. Mendistribusikan pekerjaan selanjutnya adalah perkara teknis.