Saturday, December 27, 2014

Telur Ceplok "Salting"

Akhirnya kami berdua dipersatukan :)
Ya, tak terasa kini sudah hampir menginjak 1 bulan.
Banyak hal yang belum kuceritakan ya? Sabar ya, aku juga tak sabar untuk menceritakannya :D

Pagi ini alhamdulillah kami mendapat kesempatan makan di hotel ibis surabaya, sembari makan, si sayang nge share artikel tentang suami yang ridha dengan telur dan tempe yang gosong buatan istri.

Ngomong ngomong soal telur, Saya jadi ingat, 4 hari setelah kami menikah, saya mulai menyiapkan sarapan untuk akang. Jrenggg! Masih baru cuy, bingung mau mulai dari mana. Hihi. Biasanya makan misal nyiapin buat sendiri, ngga ada perasaan gimana gimana, enak ga enak ya makan, karena yang makan kita sendiri. Lah ini, apa apa yang kita lakuin, kita bikin, untuk orang lain, suami yang masih baru, jadi masih deg deg an.

Siapa sih di dunia ini yang ngga bisa masak telor ceplok? Hehe
Entah kenapa Telor ceplok pertama buatan saya untuk akang itu failed banget ahehe.
Malu karena diliatin, trus pake teflon yang ga biasa, jadi lengket.
Terus bentuknya absurd banget, hehehe. Plis telor ceplok doang, nutup mata juga harusnya oke. Ahehehe

Tapi si akangnya sabar aja ngabisin sarapannya. Alhamdulillah. Maafin ya kang, makasih banyak :))

Emang masa awal awal nikah, masa banyak percobaan, mesti siap dengan apa pun yang disajikan hehe (sing sabar). Kata yang udah nikah, awal-awal sang suami mesti siap siap dengan rasa masakan yang hambar, keasinan, atau bahkan siap siap diare. Sebulan ini aman kok, belum diare kan ya kang? Hehe
Banyak sabar ya kang hehe :p

Lobby Ibis Rajawali Surabaya,
27 Desember 2014

Tuesday, December 16, 2014

Memelihara Ketertarikan untuk Disiplin Diri

"Emosi adalah elemen penting untuk belajar."

Meski manusia dewasa harus dapat mengendalikan emosi, manusia tetap memerlukan emosi untuk mendorong semangat kerjanya. Emosi adalah elemen penting yang membuat anda ingin mendalami sesuatu. Tengoklah para musisi-musisi hebat, atlet-atlet kelas dunia atau para pemimpin terkenal. Mereka melakukan sesuatu "di drive" oleh emosi emosi positif. Emosi itu berarti semangat, ambisi, keinginan kuat, dan napas membara untuk melakukan sesuatu yang besar, agung, dan menciptakan kekaguman.

Itulah Sebabnya manusia perlu menekuni hobinya. Apapun itu tidaklah begitu penting. Yang penting anda memelihara ketertarikan. Manusia secara otomatis akan berdisiplin diri karena ketertarikan.

Manusia berdisiplin yang menjadi driver adalah manusia dengan ketertarikan pada bidang tertentu. Manusia-manusia seperti ini bergerak ke depan (moving forward) dan optimistis. Sedangkan mereka yang tak memiliki ketertarikan tidak memiliki disiplin diri akan bergerak mundur (moving backward) dan cepat menyerah."

Rhenald Kasali, "Buku Self Driving"  h.129. Dalam bab 6 bertajuk Self Discipline

* * * * *
Kadang saya suka malu menunjukkan bahkan menutupi apa yang sebenarnya menjadi ketertarikan. Hehe. Padahal penilaian orang toh tak sebegitu penting dibanding apa apa yang terjadi pada diri kita. Ketika kita memang suka, ya suka saja, yang terpenting adalah pelihara keunikan kita.

Proses membaca yang paling asik adalah ketika selesai membaca, kita bisa menangkap langsung realitasnya pada kehidupan sehari-hari, mengaitkan dengan diri sendiri atau kalau tak bisa, kita dimampukan untuk mengingat pengalaman kita yang berkaitan dengan bacaan kita.

Nah, Terkait memelihara ketertarikan ini, saya melihat contoh nyatanya pada diri si suami (ciyeh). Ketertarikan pada suatu hal, memang membuatnya menjadi berdisiplin pada hal tersebut, misal setiap jam 11 harus melakukan apa, setiap pekannya harus melakukan apa, dan setiap 2 pekan harus melakukan hal tertentu. Entah dia sadar ato ngga, saya mengamati bahwa dia memang menjadi disiplin sama hal itu.

Saya mau ambil contoh dari dosen juga, contohnya pak taufik (pembimbing saya) yang punya ketertarikan di bidang fotografi sampai sekarang, trus pak wahyu s (dosen fisika, dikasi tau suami) yang jago sketsa dengan pesan moral yang keren.

Hehe.
Lalu apa ketertarikan mu, jah?
Mengamati, membaca, membahas bacaan, membahas pengalaman membaca, menuliskan, proses belajar. mendesign, melihat membayangkan hal kreatif, tema pendidikan, tema keluarga, perkembangan anak, psikologi dan manusia, jurnalistik dan literasi, mendengar, pemikiran, dll
Nah, belum ada yang terdisiplinkan atau sengaja di program, jadi harus lebih diperhatikan dan diseriuskan nih.

Bismillah ya :)

Pendidikan Iman sebelum Qur'an

Saya (hajah) berlindung pada Allah dari segala hilaf dalam menyebarkan sebuah ilmu. Kajian ini pasti hanya secuil dari inti yg dimaksudkan. Barusan diingatkan juga, oleh salah seorang guru, untuk lebih mendalami lagi maksud iman dan quran.

Kuttab al fatih adalah sebuah lembaga pendidikan untuk anak usia 5-12th yang menitikberatkan pada iman dan al-qur'an. (Baca baca aja di http://kuttabalfatih.com/) barusan aja saya juga tau nya. Ckckck. Sedikit reminder buat diri sendiri, cek semua yang mau kita share dengan benar, jangan sembarang ngeshare sekalipun itu terlihat baik.
Semoga bermanfaat ya, selamat membaca :)

* * * * *
Kajian bersama
Ustadz Budi Ashari, Lc.
Bazaar Madinah, 13 Desember 2014

Pola kita dalam mendidik anak-anak harus kita ubah.

Peran sekolah hanya sebagian saja dalam pendidikan anak, sisanya dilakukan oleh orangtua. Oleh karena itu, orangtua harus terus belajar untuk meningkatkan perannya dalam mendidik anak.

Iman sebelum Quran adalah tema utama di Kuttab. Bermula dari hadist Jundub bin Abdillah, konsep inilah yang menjadi panduan dalam mendidik generasi. Cara keluar dari kesesatan yang nyata ialah dengan memperhatikan urutan perbaikannya. Hal yang kita lakukan di Kuttab Al Fatih saat ini sebenarnya belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan peradaban Islam.

Hasil dari pendidikan yang langsung melompat ke Al-Quran (melewati iman) adalah munculnya penghafal Quran yang buruk keimanannya, akhlaknya, dan keilmuannya. Tidak semua sahabat Nabi hafal Quran, namun keimanan mereka kokoh dan teraplikasikan dalam kehidupan.

Seringnya, kita lebih mengapresiasi anak yang hafalannya banyak dibandingkan anak yang adab akhlaknya baik. Perlu pembenahan bagi anak yang hafalannya banyak namun moralnya buruk. Cobalah mulai memperhatikan keimanan anak anak, jangan hanya hafalan dan nilai akademiknya saja yang diperhatikan. Keimanan itu misalnya terlihat dari mulai tumbuhnya kecintaan terhadap Nabi dan orang beriman.

Orang tawakal itu ialah yang mampu menyeimbangkan antara Raja' (harapan) dan khauf (ketakutan). Raja' secara berlebihan berpotensi melanggar rambu syariat. Sedangkan khauf yang berlebihan akan menimbulkan ketakutan dan kelesuan. Modal utama kita adalah keyakinan. Terutama keyakinan akan janji Allah dan Rasulnya akan kebesaran dan kemuliaan Islam di kemudian hari.

Salah satu contoh dari keimanan: Khansa RA kehilangan 4 orang putranya sekaligus di perang Qadisiyah. Saat dikabari, Khansa hanya tersenyum dan berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan syahidnya mereka."

Iman berbeda dengan karakter, bahkan ia melampaui karakter. Seseorang yang memiliki keimanan akan sangat kokoh dan stabil dalam menghadapi hidupnya. Bangsa ini sebenarnya berada dalam kebingungan besar, hendak dibawa ke mana generasi ini? Jika pemimpinnya memberikan teladan yang tidak baik, bagaimana dengan generasi di bawahnya?

Waspadailah syariat yang menjadi tren. Syariat itu punya pakem yang jelas, sedangkan tren senantiasa berubah mengikuti zamannya. Membangun sebuah keyakinan/itikad perlu usaha yang sangat besar. Inilah yang dahulu dilakukan oleh para sahabat, dan kita hendak mengikutinya.

Iman yang sudah memiliki bibit mudah diketahui, yaitu dengan memperhatikan lisannya. Lisan memiliki peran yang sangat besar dalam menghinakan atau memuliakan seseorang. Saat lisan baik, Insya Allah akan diikuti dengan amal perbuatan.

Di akhir, Ustadz Budi mengingatkan kembali jangan sampai kita salah fokus dalam melaksanakan kurikulum Iman sebelum Quran ini. Jangan sampai Al-Qurannya dikejar tapi imannya ketinggalan.

*Dikutip dari grup wa sekolah alam

* * * * *
Astaghfirullah.. Ya, pendidikan iman sebelum apapun. Pendidikan iman akan berhasil bila kedua orang tuanya beriman, atau benar2 berusaha menuju keimanan yang semakin meningkat.

Ya Allah, Jadikanlah kami orang orang yang senantiasa beriman dan mampu beramal shalih..

>,<

Bimbing fya ya kang, belajar sama sama :") mohon maaf ya harus banyak bersabar :"

Thursday, December 11, 2014

Asyiknya Ditampar Buku Self Driving Rhenald Kasali

Satu lagi buku bergizi berhasil hadir di depan mata! Alhamdulillah :)

Dikenalkan pertama kali oleh pak hernowo dalam ulasan-ikatan- makna-nya, serta sedikit kutipan cerita dari salah satu sahabat saya, hani. Buku SELF DRIVING nya Pak Rhenald Kasali ini seperti diramu dari berbagai bahan pilihan yang memang membuat para pembacanya merasa terus "tertampar" setiap membaca halaman demi halamannya. (Ya gatau ya, saya sih ngerasa begitu hehe).

Apa yang disampaikan melalui buku ini begitu cocok dibaca oleh siapapun, terutama bagi yang sedang dalam masa penyadaran diri. Itulah kondisi saya pribadi saat awal membaca buku ini. Saya merasa ini saatnya benar2 memegang kendali terhadap diri saya sendiri. Tidak mudah, tapi insyaallah saya akan sangat senang untuk menjalani prosesnya.

Buku ini menggambarkan perbedaan nyata dari karakter seorang passenger dengan driver. Ternyata banyak orang yang ngga sadar kalau sebenernya masih hidup dengan mental passenger, tak terkecuali orang-orang yang sudah berpendidikan tinggi bahkan sudah punya jabatan.

Menariknya, sejak awal justru dibahas mengenai sistem pendidikan yang ada di indonesia ini, khususnya lulusan lulusan universitas. Ngga main main, dibuat dari persepektif seorang calon rektor yang akan "meramu" sebuah sistem pendidikan. Kalo boleh meminjam istilah bang aad mah, jadi melihat dengan helicopter view nya.

Tadinya saya mau rajin posting rutin resumenya, tapi saking bergizinya buku ini, saya bener bener harus perlahan melahapnya untuk bisa mengambil saripatinya. Membaca adalah sarana, yang terpenting adalah bahwa dengan membaca, kita secara sadar melakukan perubahan atau perbaikan kita menjadi lebih baik.

Karena saat ini lagi baca bab 8 tentang play to win, saya bocorin sedikit ya, meurut saya : buku ini bukan menampar orang-orang pada titik ekstrim, justru buku ini "menampar" orang orang pertengahan yang terkadang hidup sekedarnya, istilah pak rhenald : play not to lose. Yang tidak terganggu dengan gejolak sedihnya kekalahan, tapi juga tidak berjuang sepenuhnya mencapai kemenangan tertinggi, terlalu aman.

Kalau dipikir pikir, Allah juga nyuruh kita minta surga terbaik (ekstrim kanan), dan menjauhkan diri dari neraka (ekstrim kiri), kan? Ngga nyuruh kita untuk jadi biasa biasa aja?

Semoga proses absorpsi isi buku ini membuahkan hasil terbaik ya!
Selamat membaca, share pengalaman baca mu ya! :D

De Marrakesh, 11 Desember 2014

Wednesday, November 26, 2014

Resume Seminar Pranikah 23 Nov : Opening

Opening : Tilawah Hafizh & Shalawat Rasulullah

Hasil seminar yg menginspirasi, ilmu yg sgt luas.. 23.11.14 
Walaupun panjang, semoga bermanfaat dan InsyaAllah ga akan rugi baca ampe akhir. Semoga semakin banyak keluarga berkualitas di Indonesia ini..  

Seminar ini dimulai dgn pembacaan quran oleh Abdul rohman al hafidz
@Ar_motivaquran :

Sapi Betina (Al-Baqarah):164 - Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Sapi Betina (Al-Baqarah):165 - Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Keluarga 'Imran ('Āli `Imrān):31 - Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Keluarga 'Imran ('Āli `Imrān):32 - Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".

Ar Rum: 21
Bangsa Romawi (Ar-Rūm):21 - Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Al furqan 74
Pembeda (Al-Furqān):74 - Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Pembacaan Quran tanpa melihat buku, seorang hafiz yg mengingatkan bahwa Allah adalah zat di atas segalanya, dan cinta kita kepadaNya harus melebihi segalanya. 

- Acara dilanjutkan dgn special performance dr Kang Abay, motivasinger @kang_abay

Lagu2nya sgt bagus, benar2 dipikirkan dgn matang dan mengingatkan kita kepadaNya. Lagu pertama yg dibawakan adalah ttg Nabi Muhammad dan mengingatkan kita utk memperbanyak bersalawat. Bayangkanlah rasul sgt dekat saat kita bersalawat.

Reff dr lagunya: 
Kau yang terindah
Wahai Muhammad Nabi tersayang
Kau yg membuatku 
Merasakan cinta seperti ini
Kumencari jejakmu
Waktu terus berlalu
Tetapi dirimu adalah penantian terhebatku

To be continued..

***************
Resume seminar ini ditulis oleh salah satu sahabat terbaik saya, karlina febrianti, founder komunitas Wegrow. Betapa bersyukurnya saya yg ingin dapat hadir tapi ngga bisa, kemudian di beri resume nya :")
Barakallah lin :"))

Monday, November 24, 2014

Roller Coaster Lanjutan

Ya, tiket sudah tersedia, kini menjelang masanya kau memasuki wahana.

Sebetulnya gambaran suasana roller coaster mu nanti pun dapat kau perkirakan sebelum kau memasuki wahana itu. Kau diperbolehkan untuk melihat bagaimana performa nya, kecepatannya, rutenya, warnanya, bertanya siapa pembuatnya, melihat kondisi cuaca sekelilingnya, bagaimana pemeliharaannya, pendapat orang, dan banyak hal yang lain. Namun tetap saja, kau tak akan bisa secara pasti mengetahui sensasi perjalanannya sampai kau benar-benar sudah menaikinya.

Ya. Seperti biasa aku selalu merencanakan untuk bisa berteriak lepas gembira, walaupun saat masuk wahana bisa saja aku terlalu lemah dan ternyata aku harus mual mual dulu untuk bisa berteriak gembira kemudian.

Bandung, 24 November 2014
Sekedar meneruskan analoginya saja,
Sabar, syukur, cerdas, optimis, kreatif!
:D

Sunday, November 23, 2014

Roller Coaster Pernikahan

Oleh : Fahd Pahdepie

Saya menuliskan catatan ini untuk adik laki-laki saya, Futih, yang beberapa jam lagi akan melangsungkan pernikahannya.

Membayangkan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan Futih pada saat-saat ini, ingatan saya kembali pada lima tahun lalu, tepat beberapa jam sebelum mebacakan ‘ijab qabul’ saya pada Rizqa. Saat itu saya hanya butuh diri sendiri, juga sebuah ‘momen’. Semacam jeda sebelum pesta, di mana saya bisa meredam segala kecemasan untuk kemudian berusaha memaknai pernikahan dari sudut pandang yang paling pribadi: Apa itu pernikahan? Bagaimana menjalani semuanya?

Saya membaca status Facebook Futih malam tadi. Sambil menyebut calon istrinya, Rela, di status itu, Futih menemukan refleksi yang mengagumkan mengenai pernikahan: “Inilah roller coaster yang susungguhnya. Kadang kita harus teriak kencang ketakutan, kadang harus bahagia melepas segala beban. Di atas semua ketakutan itu, kita tahu, semua akan baik-baik saja,” tulisnya. Membaca hasil perenungannya, sebagai kakak, tentu saja saya merasa bangga. Saya tersenyum membacanya. Ada ketenangan tersendiri yang menyelinap dari dalam hati saya. Di tengah segala rasa cemas dan gelisah, tampaknya Futih sudah menemukan ‘momen’-nya sendiri. Dan di momen itulah, Futih melihat pernikahan sebagai sebuah roller coaster yang akan segera dinaikinya bersama Rela.

Sebagai seorang kakak, saya ingin memberikan beberapa nasihat untuk Futih dan Rela. Saya akan menggunakan amsal roller coaster untuk melakukannya. Mudah-mudahan ini sederhana.

Bayangkan kalian berdua akan menaiki sebuah roller coaster yang menawarkan ketakutan sekaligus kegembiraan. Kalian tahu semua ini tidak akan semudah yang dibayangkan, kalian sudah mendapatkan banyak cerita mengenairoller coaster semacam ini… di mana sebagian orang berhasil berbahagia menjalaninya sementara sebagain lain merasa frustrasi mengalaminya. Kalian tidak tahu akan menjadi jenis yang mana dari dua kemungkinan itu. Di tengah situasi semacam itu, kalian merasa cemas sekaligus ingin tahu. Persis seperti perasaan seorang anak yang akan menaiki sebuah roller coaster untuk pertama kali dalam hidupnya… kalian begitu bersemangat, berbahagia, tetapi sekaligus takut. Di sanalah keberanian kalian diuji, melalui sebuah janji.

Pernikahan adalah sebuah perjanjian. Tanpa perjanjian, pernikahan tak akan bermakna apa-apa. Apapun yang terjadi, berjanjilah untuk menolong cinta kalian agar tetap hidup. Berjanjilan untuk saling menjaga dan melindungi, untuk berbicara pada saat kata-kata begitu dibutuhkan, untuk diam pada saat kata-kata tak dibutuhkan… untuk saling setuju atau tidak setuju berdasarkan kasih sayang, untuk menciptakan kehangatan dan ketenangan di antara kekhawatiran kalian berdua. Bayangkan saja kalian saling menggenggam tangan di atasroller coaster yang bergerak naik-turun dengan kecepatan yang barangkali tak sempat kalian perhitungkan lagi, bayangkan kalian menjadi sepasang suami-istri yang harus mengelola kebahagiaan dan ketakutan mereka bersama-sama.

Barangkali semua itu tak tertulis di buku nikah, tak ada dalam ‘sighat ta’liq’, tetapi berjanjilah untuk saling menjaga satu sama lain: Merawat dan menumbuhkan kesabaran, sebesar cinta membutuhkannya. Setelah pernikahan, tak semua barangkali sesuai yang kita bayangkan sebelumnya. Akan ada hal-hal yang membuat kita merasa bangga berlebihan tentang pasangan kita, akan ada hal-hal yang membuat kita kecewa… Di sanalah kalian diuji untuk tetap setia pada ‘janji’. Sesuatu yang di hari pernikahan dibacakan untuk diri sendiri dan pasangan kita, sementara Tuhan dan semesta menyaksikan semuanya.

Sebelum menaiki roller coaster, kita diberitahu tentang beberapa ‘anjuran keselamatan’, seperti menyandarkan punggung, membuka mata, atau memegang erat-erat bar pelindung tubuh kita. Tetapi kenyataannya, di atas wahana dan perjalanan sesungguhnya, ada begitu banyak hal lainnya yang tak diberitahukan sebelumnya. Seperti itu jugalah pernikahan. Tak semua yang akan kita jalani ada dalam buku tips atau nasihat-nasihat pernikahan yang pernah kita dapatkan. Kita sendirilah yang tahu bagaimana menjalaninya, kita sendirilah yang tahu bagaimana mengelola kegembiraan dan kesedihan masing-masing. Hanya kita yang tahu kapan harus berteriak, kapan harus menutup mata, kapan harus mengeratkan genggaman dan saling mendoakan. Tak ada satupun orang lain yang bisa berdiri di atas sepatu nasib yang kita kenakan, kan?

Di atas semua itu, kita tahu… ‘saling membantu pekerjaan rumah’ tak pernah tertulis di buku nikah, tentang membahagiakan pasangan tak pernah disebutkan di surat perjanjian yang ditandatangni di depan penghulu. Tetapi kita harus mengerti bahwa semua itu adalah bagian penting yang dibutuhkan dalam sebuah pernikahan. Mencuci piring, menyetrika pakaian, membersihkan rumah, mencari nafkah, mendidik dan membesarkan anak-anak, tak pernah diatur secara jelas sebagai tugas istri atau suami, sebab hanya kalian yang tahu bagaimana mengatur, membagi, dan mengelola hak-hak dan kewajiban kalian berdua. Demikianlah, tak ada yang lebih baik daripada saling mengerti dan memahami.

Di atas roller coaster, kadang-kadang kita membandingkan diri kita dengan orang lain: Mengapa pasangan kita ketakutan sementara orang lain tidak? Mengapa pasangan kita begitu cengeng dan manja? Mengapa kita merasa biasa-biasa saja sementara orang lain begitu histeris menjalani semuanya? Wajar saja melihat pernikahan orang lain dan membandingkannya dengan kehidupan kita, tetapi ‘selalu memanding-bandingkan’ tak akan membuat kita berbahagia. Kita tak akan menikmati perjalanan jika melulu disibukkan dengan melihat dan membanding-bandingkan pasangan kita dengan orang lain. Maka cukupkanlah semuanya, cukupkanlah cinta di antara kalian berdua.

Jika melihat perempuan lain lebih menarik daripada pasangan kita, itulah saat yang tepat untuk membuat pasangan kita terlihat lebih cantik dan lebih menarik lagi. Cinta, harus diakui, pada satu sisi adalah soal ketertarikan fisik, maka rawatlah baik-baik hal-hal yang berhubungan dengannya. Buat diri kita sendiri merasa bangga memiliki dan menjadi pendampingnya. Barangkali ini nasihat yang agak berbeda dengan kebanyakan orang, tetapi dengarkan baik-baik—

Laki-laki seringkali komplain tentang kulit istrinya yang tak semulus kulit perempuan lainnya, tetapi tak pernah sekalipun memberi kesempatan pada istrinya untuk merawat tubuhnya. Kita sering tertarik melihat perempuan lain yang berpenampilan menarik seraya bertanya-tanya mengapa istri kita tak bisa seperti mereka, tetapi pada saat bersamaan kita tak pernah memberikan dukungan apapun untuk membuat istri kita berpenampilan lebih cantik lagi dari yang kita lihat sehari-hari. Maka tentang membelikan kosmetik yang baik, mengantarnya luluran atau ‘facial’, berbelanja sepatu atau tas baru, mencukupkan dan mendukung semua kebutuhannya lahirnya, kapan saja selalu sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan batinnya.

Di atas roller coaster yang bergerak naik turun itu, kalian tidak sendirian. Pernikahan bukan hanya tentang kalian berdua. Pernikahan adalah tentang menyatukan dua keluarga. Di sana, penting untuk saling mengerti dan memahami keluarga satu sama lain, mengelola ego kalian berdua untuk menghadapi semuanya bersama-sama. Kelak kalian akan melahirkan anak-anak, memperbesar peluang kebahagiaan dan ketakutan kalian berdua di sebuah tempat yang akan kalian sebut sebagai ‘rumah’. Bangunlah rumah itu dengan kasih sayang dan doa-doa. Tumbuhkanlah cinta di setiap sudutnya.

Tentu saja, nasihat ini bisa lebih panjang lagi. Dan lebih panjang lagi. Kita bisa berbicara tentang apa saja. Tetapi kelak kalian juga akan mengerti dan memahami semuanya berdasarkan pengalaman kalian sendiri. Saya tak bermaksud mengguri. Apa yang sudah dan sedang saya alami belum tentu lebih baik dibandingkan dengan apa yang akan kalian alami. Anggap saja ini hadiah dari seorang kakak untuk adik laki-lakinya yang akan menikah. Mudah-mudahan sederhana saja.

Akhirnya, selamat menempuh hidup baru, adikku. Seperti katamu: Iniahroller coaster yang sesungguhnya. Kadang kita harus berteriak kencang ketakutan, kadang harus bahagia melepas segala beban. Di atas semua itu, tenang saja, semua akan baik-baik saja dengan cinta!

Selamat menikah. Jadikanlah semua ini yang terbaik sepanjang hidupmu, yang pertama dan terakhir, hingga maut memisahkan kalian berdua.

Teriring semua doa terbaik yang pernah ada: Selamat berbahagia!

Melbourne, 22 November 2014

Fahd Pahdepie

Sumber : http://fahdpahdepie.com/post/103239020967/roller-coaster-pernikahan

Friday, November 21, 2014

Shalat Berjamaahnya Perempuan dan Laki-Laki yang Bukan Muhrim


Bismillah..
Berawal dari ketidaksengajaan membaca sebuah artikel di konsultasisyariah.com tentang haramnya shalat berjamaah berduaan dengan yang bukan muhrim, sekitar 4 bulan yang lalu.
OOOH TERNYATA NGGA BOLEH TOH YA? OKE.

"Apabila seorang lelaki berduaan dengan wanita yang bukan mahram, maka haram baginya untuk menjadi Imam bagi wanita itu. Karena segala yang bisa mengantarkan kepada yang haram, hukumnya haram ."
(As-Syarh Al-Mumthi', 4/251)

Setelah tahu itu, saya jadi lebih waspada. Ini beberapa pengalaman yang masih saya inget terkait hal ini
  • Pernah suatu ketika saya berpeluang untuk bisa berjamaah (waktu beres wudhunya bareng), namun dengan seorang laki-laki yang bukan mahram saya, karena inget hadits itu, tanpa babibu saya langsung shalat sendirian (hanya bisa berharap itu orang juga ngerti, dan ngga nge judge kalo saya "orang-yang-males-jamaahan" hehe). STATUS : AMAN
  • Pernah suatu ketika saya berpeluang untuk bisa berjamaah (sudah masuk waktu shalat dan karena lokasi yang terbatas). Ada lelaki yang bukan mahram mau shalat, terus saya deg-deg an ini gimana bisi haram (:O) kondisinya saat itu saya numpang sholat soalnya (nahloh). Alhamdulillah ternyata ada adek kecil yang juga ikut sholat berjamaah. Kita jadi ngga berdua, karena adek kecil itu. Tapi kaya gitu teh udah menghapuskan keharaman nya belum ya? STATUS : DIPERTANYAKAN
  • Kemarin saat magrib saya masih di atas motor. Takut kelewat, nyimpang ke mushola SPBU Pertamina (cintailah ploduk ploduk Indonesia meskipun subsidi BBM dikurangi hehe). Ada petugas mau shalat juga, waktu shalatnya bareng. Pikiran saya saat itu : mepet waktunya, ngga ada orang lain lagi, berjamaah pahalanya lebih gede. Saat itu shalatnya pak petugas itu juga di jahr kan (dikeraskan, beliau sudah memposisikan diri sebagai imam). Terus jadinya berjamaah ,_, STATUS : DIPERTANYAKAN
Setelah dipikir-pikir kalau ketemu kondisi seperti itu, bisa aja saya gantian, nunggu orang itu beres (tapi takut kelewat magribnya)

JADI SEBENERNYA HARAMNYA TEH KENAPA YA?

Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan, kecuali dia ditemani mahramnya. 
(HR. Bukhari 5233 dan Muslim 1341)

Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan
(HR. Ahmad 177, Turmudzi 2165, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth)


Ya intinya kegiatan apapun, mau shalat sekalipun, laki-perempuan ngga boleh berduaan. Kalau sekitarnya masih ada orang-orang, ngga masalah. Usahaiiin banget ngga berduaan doang. Apalagi mushola SPBU kadang memang berkururan minimalis.

BERJAMAAH SAMA SI PACAR?
Terus barusan dapet Inspirasi dari blog orang (novianindinindi.blogspot.com). Judul artikelnya kocak asik aja sih "Yang Elo Banggain Itu Haram Looh". Disitu ngebahas tentang perempuan yang seneng banget kalo shalat diimamin pacarnya. Disini saya ngga bahas tentang pacarannya ya, pasti bisa ambil kesimpulan sendiri kok.

Ini saya ajak jalan-jalan sedikit ya, barangkali belum pernah atau lupa tentang hal ini :
Suatu hari datang seseorang bernama Abu Huraiz menemui Abdullah bin Mas'ud. Ia berkata "sesungguhnya aku baru saja menikahi seorang gadis. "Aku takut sekali kalau-kalau dia membenciku."
Ibnu Mas'ud mengatakan : Sesungguhnya rasa kasih itu dari Allah, sedang kebencian itu dari syaitan di mana ia bekeinginan untuk membencikan kepada kalian apa yang telah Allah halalkan bagi kalian. Maka apabila istrimu datang kepadamu, maka perintahkanlah ia Shalat di belakangmu dua rakaat dan berdoalah…
"Ya Allah berkahilah bagiku dalam keluargaku, berkahilah bagi mereka dalam diriku. Ya Allah, kumpulkanlah antara kami selama engkau kumpulkan dalam kebaikan dan pisahkanlah diantara kami jika Engkau memisahkan menuju kebaikan." (Hr. Ibnu Abi Syaibah)

YAAP! AKAN ADA SAATNYA SHALAT BERJAMAAH BERDUA DENGAN ORANG ASING YANG TELAH MENJADI MAHRAM. DAN COBA BAYANGKAN KEBERKAHANNYA. Masyaallah. :"))

Mungkin bukan artikel yang cocok kalau mau cari dalil-dalil shahih, atau penjelasan mengenai fikih-fikihnya. Cuma tulisan blog untuk menangkap hikmah, mengikat makna hehe.
Pokonya tulung banget kalo ada pemahaman yang salah-salah, dikoreksi ya :D

Karena siapapun kita, memang berproses untuk dapat memahami suatu hal :)

Kamar, 21 November 2014
Hajah Sofyamarwa R.

________

Wednesday, November 19, 2014

Teknik Mengikat Makna, Bekal Belajar Saya dalam Membaca Buku

Lama tak bersua dengan Pak Hernowo lewat bukunya, membaca buku Vitamin T saya langsung menuju pada satu topik yang saat ini begitu saya butuhkan. Sudah pernah dibaca, tapi rasanya perlu mengingatnya kembali. Dituliskan pada halaman 58-63, artikel berjudul "Meresensi Buku dalam setting Mengikat Makna", lagi-lagi sukses membuat saya begitu bersemangat lagi membaca buku.

Saya begitu suka dengan buku. Ada masanya saya begitu tak bisa diganggu bila sedang membaca, namun ada masanya pula saya merasa membaca buku hanyalah bagian dari escape from something i don't want to think about. Tapi biar bagaimana pun, saya bersyukur tempat pelarian saya ada pada sesuatu yang cukup positif hehe. Kebiasaan baik tersebut memang sepantasnya dirawat, dan diperhatikan. Bagian bagian mana saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya, karena semua orang bisa membaca, namun tak semua orang bacaannya bisa kemudian berdampak baik pada kehidupannya.

Saya paling suka ketika kata-kata yang dituangkan pak hernowo benar-benar dapat membahasakan apa yang saya rasakan. Inti proses pengikatan makna yang beliau lakukan adalah bertemunya pengalaman batin diri kita pribadi dengan pengalaman si penulis buku, yang hasil akhirnya membuat diri kita berkembang. Dan itulah yang membuat prose membaca buku menjadi begitu menyenangkan dan berdampak.

Sampai sini saya mau memastikan bahwa kita sudah sefrekuensi dulu ya?
Tujuan saya baca artikel ini adalah agar kegiatan membaca saya benar2 bermanfaat. Saya baca, dan menuliskan kembali untuk mengikatnya, kemudian agar bermanfaat bisa dibagikan kembali pada yang lain. Maka ini upaya agar proses dan hasilnya baik, serta dapat bermanfaat untuk yang lain. Cukup ya?

Lantas bagaimana caranya meresensi buku dengan setting mengikat makna?

Ada 3 teknik, dan proses ini bertingkat semakin tinggi :
1. Cut and paste
Teknik mengunting dan merekatkan. Memberikan peluang sangat besar kepada seseorang untuk berlatih menulis dengan bantuan "bahasa" oranglain. Caranya dengan mencuplik dan mengumpulkan tulisan tulisan yang menarik perhatian kita dari sebuah buku, tuliskan kembali pada buku harian. Lakukan berkali kali, kumpulan resensi itu akan sangat bermakna buat kita, karena pengalaman penulis itulah yang menarik batin kita, yang cocok dengan pengalaman pribadi kita.
-> saya perlu ningkatin lagi ini. Ingat dulu sering, dan buku yang jadi kumpulan tulisan itu bener bener jadi sesuatu yang bermakna kalau dibaca ulang.

2. Focusing
Pusatkan perhatian pada satu hal yang ada di dalam buku, yang menarik perhatian kita. Bisa fokus pada sosok pengarang (latar belakang pendidikan, alasan menulis, apa keistimewaannya, hikmah dari pengalaman luar biasa si penulis), desain sampul buku (kalau misal punya ketertarikan disitu), pengorganisasian buku.
-> Sepertinya saya belum pada tahap ini, karena kadang saat baca buku belum mau nulis yang fokus begitu. Biasanya resume general, dan emg dirasa kadang "core" nya malah kurang dapet. Perlu dicoba.

3. Comparing
Teknik membandingkan, Teknik tertinggi yang akan optimal dilakukan bila 2 teknik sebelumnya sduah dilakukan cukup lama. Perlu baca buku lainnya yang sejenis, analisis lebih dalam dan lebih terukur. Yang perlu diperhatikan dan "diikat" makna nya lebih banyak.

Bagi pak hernowo, pada akhirnya, proses mengikat makna bisa dilanjutkan dalam konteks apa saja. Pokonya ketika bersentuhan dengan hal hal yang bermanfaat bagi diri, langsung dituliskan. Bisa dari nonton film, denger musik, bahkan ketika melihat diri sendiri, langsung IKAT!

Mengikat makna dapat membantu saya dalam mengenali pikiran, perasaan, dan apapun yang bergejolak di dalam diri saya. -hernowo

"Kita membaca buku untuk mencari tahu tentang diri kita sendiri. Apa yang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan oleh orang lain -entah hal itu nyata atau imajiner- merupakan petunjuk yang sangat penting terhadap pemahaman kuta mengenai apa sebenarnya diri kita san bisa menjadi seperti apakah diri kita ini."
-Ursula K. L. Guin

Terimakasih pak hernowo, semoga semakin semangat mengikat makna lagi, memudahkan diri dalam proses belajar selanjutnya :)

Monday, November 17, 2014

Cara Berkata Mulia Pada Orang Tua

Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Rendahkanlah sayap ketundukan kalian penuh kasih sayang kepada mereka berdua. (Qs. Al-Israa' 17:23)

.. Yaa sa'id, semua yang tersebut di dalam Qur'an tentang birrul walidain sudah aku pahami maksudnya, kecuali firman Allah: Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Sa'id menjawab, "Kira-kira seperti perkataan seorang budak yang melakukan kesalahan di hadapan seorang majikan yang kejam."
--tanya abdul huddaj pada ulama besar tabi'in, Sa'id bin al-Musayyab.

Seperti..
Budak yang bersalah, dihadapan
Majikan yang kejam

._.
#ambilkaca #galitanah

Sunday, November 16, 2014

Kebiasaan Baik Ibu Hamil (bersama Al-Qur'an)

Ceritanya ble'e ble'e begini saya juga ingin jadi penghafal qur'an ._.
Semoga kita dilimpahkan Allah kekuatan untuk mengubah sekedar keinginan menjadi tekad yang kuat ya! Aamiin

Ini ada sebuah kisah yang mudah mudahan bisa menguatkan tekad. Ini pas buat dibaca bagi para calon ibu dan yang ingin punya kwluarga qurani.
Karena interaksi dengan quran bukan hanya untuk kita, tapi untuk amanah generasi-generasi yang suatu saat akan kita didik :)
* * * *

66x KHATAM QURAN SAAT HAMIL
(Satu Keluarga Satu Hafizh)

Istiana (40)
Ibu Rumah Tangga, Jakarta Selatan

Saya hafal Qur'an sejak umur 15 tahun, hasil menghafal secara intensif selama satu tahun dua bulan. Pada usia 19 tahun saya menikah dengan suami yang juga hafizh Qur'an. Kami menyusun rencana untuk melahirkan anak-anak generasi Qur'ani.

Langkah pertama kami, mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak mungkin saat saya hamil. Alhamdulillah, selama masa kehamilan anak pertama, Abdullah Wafiy (16), saya bisa menghatamkan Qur'an 66 kali.

Saat Wafiy berusia 11 bulan, saya harus menelan pil pahit, suami meninggal dunia setelah demam tinggi selama dua hari. Namun, tekad untuk menghasilkan putra-putri penghafal Qur'an tetap saya pegang.

Saya menikah lagi saat Wafiy berusia lima tahun. Bersama suami, Afdal Zikri Mawardi (48), saya berupaya menghidupkan Al-Qur'an di rumah. Tradisi memperbanyak khataman saat hamil juga saya teruskan. Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah, Wafiy bisa menyempurnakan hafalan 30 juz di usia 10 tahun saat masih duduk di kelas 4 SD. Kini, adik-adiknya juga giat menghafal. Abdullah Azzam Afdal (9) hafal 3 juz, Yahya Ayyasy Afdal (8) hafal 2 juz, Ahmad Yasin Afdal (6) baru rampung 1 juz, dan si bungsu Fatimah Afdal (3) yang masih acak hafalannya.

Di rumah, saya membuat program menghafal untuk anak-anak. Usai shalat Maghrib, saya wajibkan mereka mengaji. Saya ajari tilawah dan menghafal sesuai usianya. Muraja'ah juga saya jalankan dengan cara talaqqi, saya membacakan lalu mereka mengikuti. Masya Allah, anak-anak cepat sekali menyerap hafalan. Saya ulang lima kali, mereka sudah hafal. Mungkin ini karena pembiasaan saat hamil dulu. Memang butuh kesabaran, karena anak-anak kecil sulit untuk duduk manis. Jadi, mereka muraja'ah sambil main mobil-mobilan atau lainnya.

Waktu yang kedua, saat subuh. Anak-anak kami biasakan untuk bangun pukul 03:30. Sambil menunggu waktu shalat Subuh, mereka saya ajak muraja'ah secara bergantian sambil duduk melingkar. Dimulai dari adiknya, misal, yang membaca surat An-Nas. Lalu kakaknya melanjutkan surat Al-Falaq. Diteruskan lagi oleh kakaknya yang membaca surat Al-Ikhlas. Terus begitu sampai sempurna 1 juz.

Sebelum tidur, mereka juga saya perdengarkan setengah sampai 1 juz Qur'an hingga mereka terlelap. Bahkan setiap hari kelahiran anggota keluarga dan ulang tahun pernikahan kami, kami mengadakan khataman Qur'an. Semua itu adalah upaya kami untuk membudayakan Qur'an di rumah, bukan sekadar menghafal untuk mengejar target atau meraih gelar hafizh...

* * * * *
Masyaallah..
Sampai sekarang masih takjub dengan yang sudah hafizh, semacam 'tidak masuk akal tapi nyata'. Tiap orang punya kondisi berbeda, mungkin sang ibu memang sudah terkondisikan sejak usia belasan tahun untuk bisa menghafal. Kalo kita engga begitu terus gimana dong? Misal umur saya sekarang udah hampir 23, tapi jangankan 30 juz, juz 30 aja masih pontang-panting?

Bismillah.. asal tekad kuat dan konsisten insyaallah bisa. sudah banyak kok buktinya. Bukan cari gelar hafizh nya, semoga bisa menambah kedekatan sama Allah lewat Quran. Aamiin..

Friday, November 14, 2014

Anak Perempuan : Kebaikan Yang tak Panjang di Dunia, Tabungan Akhirat.

Halo, assalamualaikum :)
saya seorang anak perempuan yang 2 bulan lagi akan berusia 23 tahun, sekarang usiamu berapa?

Akhir akhir ini saya lebih siaga untuk menyiapkan hati dan telinga diantara pukul 10.00-11.30 supaya dapat kajian rumahku syurgaku-nya ummu yusuf di mq fm.

Setelah mendengar kajian ini, saya merasa kaget sekaligus takjub karena baru saja menyadari hal ini. Ditulis dengan campuran ikatan makna pribadi. Semoga bermanfaat ya. Bismillah..

* * * * *

Keutamaan Bersabar Mendidik Anak Perempuan

Banyak dari kita tak begitu menyadari apa hakikat perbedaan memiliki anak laki-laki maupun perempuan. Kita semua tahu, anak adalah anugerah dari Allah, dan apapun jenis kelaminnya, tak jadi persoalan, kita harus tetap bersyukur.

Saya memosisikan diri sebagai seorang anak perempuan yang sebut saja sedang mempersiapkan diri menjadi seorang calon istri (kamu juga, kan? :)). Maka saat mendengar kajian ini saya membayangkan kedua orang tua saya, calon mertua (nantinya), serta saya saat menjadi seorang ibu di masa depan.

Kajiannya singkat, ada 2 hadits yang dibahas, satu persatu dulu ya

HADITS PERTAMA
Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau). (HR Muslim 2631)

Menghidupi, menafkahi, mendidik, bersabar dengan segala urusan anak perempuan minimal sampai baligh.
Kita tahu bersama bahwa urusan "anak cewek" lebih rumit dibanding "anak cowok" yang simpel. Dari mulai model baju yang beragam sampai segala aksesoris pelengkapnya.

Tapi tahukah?
Yang lebih berhak atas seorang perempuan adalah suaminya. Dan yang lebih berhak atas anak laki-laki adalah Ibunya.
Maka ketaatan seorang perempuan pada suami lebih tinggi dibanding pada orangtua, padahal orangtua perempuan itu yang harus berrepot repot membesarkan dan mendidiknya.
Sedangkan bagi orangtua yang memiliki anak laki-laki, sang anak sepenuhnya masih bertanggung jawab pada kehidupan ibunya.
Bingung ga?

Perempuan tak bisa bebas mengunjungi orangtuanya sendiri bila tak diijinkan suaminya, maka pesannya : berdoalah Allah karuniakan suami yang shaleh, yang memahami hubungan kita dengan orangtua kita. Kita boleh kok meminta pada suami untuk juga memerhatikan orangtua kita. Tapi ingat, JADIKAN JALAN SURGA, BUKAN JALAN NERAKA. (Maksudnya tdk memaksakan, dan komunikasi dengan baik)

HADITS KEDUA
“Ada seorang wanita yang datang menemuiku dengan membawa dua anak perempuannya. Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak mempunyai apapun kecuali satu buah kurma. Lalu aku berikan sebuah kurma tersebut untuknya. Wanita itu menerima kurma tersebut dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sementara dia sendiri tidak ikut memakannya. Kemudian wanita itu bangkit dan keluar bersama anaknya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan aku ceritakan peristiwa tadi kepada beliau, maka Nabi shallallhu ‘alaii wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudian dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka” (H.R Muslim 2629)

Segala usaha atau amalan yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan anak tidak akan hilang, tapi akan jadi tabungan di akhirat, bahkan penghalang dari siksa neraka.

Diuji dengan anak perempuan?
Jadi kita ini ujian?!
Melengkapi pertanyaan itu, saya cari dari sebuah situs : Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Anak perempuan disebut sebgai ibtilaa’(ujian) karena umumnya manusia tidak menyukai mereka”. Lihat juga an-nahl 58 untuk tahu penyikapan terhadap anak perempuan pada jaman terdahulu.

Singkatnya : punya anak perempuan itu, kebaikannya tidak panjang di dunia, tapi jadi tabungan di akhirat. (Kalau diurus sebaik-baiknya ya..)

* * *
Pesan buat perempuan yang belum menikah : sadar sadar sadarr! Manfaatkan waktu kebersamaan dengan orangtua sebaik baiknya. Karena serius, tak lama waktu kita bisa berbakti sepenuhnya ._.

Pesan buat saya di masa depan kalau punya anak perempuan : bersabar dalam pemeliharaannya, dan relakan bila tiba saatnya segala kewajiban harus berpindah pada pendamping hidupnya.

Jumat, 14 November 2014

Silakan baca baca lagi, bisa dari sini muslim.or.id :)

'Jemuran' Protecter

Diingatkan Mama
Siang ini tiba-tiba hujan deras. Sebelumnya aku sedang larut dalam kesibukanku sendiri. Mama kemudian mengingatkan bahwa di luar sedang hujan, dan aku punya jemuran yang belum diangkat. Ya, kalau tidak diingatkan, aku akan lupa dan jemuranku mungkin akan tetap ditempatnya sampai besok karena harus menunggu kering lagi.
Ah, perkara sederhana ya?

* * * * *

Teman Kos Misterius Pengangkat Jemuran
Kemudian aku teringat pada kejadian  setahun yang lalu ketika masih berada di tempat kos. Kejadian yang menyentil sekaligus mengharukan -yang ingin kutuliskan disini tapi tak sempat terus- tentang jemuranku.
Saat itu aku dalam kondisi merasa "ga punya adab bertetangga", yang dengan teman kos ngga terlalu mengenal dekat gitu maksudnya. Maklum lagi nugas akhir jarang ketemu di kosan dan emang akunya kuper juga.

Hari hujan, sudah pasrah jemuran akan basah semua, ternyata semua jemuranku ada yang mengambilkan. Alhamdulillah. Bukan chamar, ira, atau syifa (mereka ku kenal dekat dan biasa berbaik hati pula), tapi aku ngga tau siapa. Tanya yang lain juga ngga ada yang jawab. Masya Allah. Mungkin aku lebay, tapi beneran saat itu terharu banget. Maksudnya merasa tertampar karena terkadang aku sendiri ngga berani ngambilkan jemuran orang lain dengan alasan ngga kenal sama pemiliknya. (Padahal kalau liat langit udh mendung, namanya jemuran punya siapa aja ya bantu angkat dong ya ._.)
Yah, lagi lagi perkara sederhana

* * * * *

Dari 2 kejadian itu, yang saat ini kupikirkan adalah bahwa sebenarnya kita hidup itu memang harus banyak bersyukur. Bersyukur atau berterimakasih pada manusia itu wujud keseriusan kita bersyukur sama Allah.

Dan, hal kecil yang berarti banyak dari orang di sekeliling kita itu juga tak abadi. Ada masanya kita akan merindukan itu semua, yang boleh jadi hal itu sebelumnya sama sekali tidak kita hargai.

._.

Jumat, 14 November 2014
Dan kini waktu terasa bergulir begitu cepat..

Thursday, November 13, 2014

Naluri Ibu

"Uhuk uhuk uhuk!"

Suara batuk bocah perempuan kecil dalam pangkuan ibundanya membuat mataku beralih. Mungkin usianya baru 4 tahun. Di sampingnya nampak sesosok bocah laki laki -abangnya- tergolek, tertidur pulas tak bisa diganggu. Di sudut angkutan umum ini Allah perlihatkan padaku, sebuah rekam adegan mengenai romantika seorang ibu dengan kedua anaknya.

Lama sekali bisa kutaksir usia bundanya, mungkin sekitar 35-45 tahun, masih terlihat begitu muda, tetap cekatan meski kulihat sambil menjaga 3 "gembol" barang bawaan. Dengan kondisi itu, tanpa pulasan make up dengan jilbab dan pakaian yang biasa saja, entah kenapa membuatnya justru begitu cantik.

Langit sudah menghitam, Bandung kini sedang dikaruniai rintik hujan dan cuaca dingin. Bocah perempuan itu masih terlelap. Wanita yang mendekap hangat bocah perempuan itu tak henti menciumi putrinya yang terlelap sembari terus terbatuk.

Ah, apakah itu yang disebut naluri keibuan? Sesuatu yang 'katanya' akan otomatis hadir ketika kita ditakdirkan menjadi seorang ibu. Akankah setiap wanita memiliki itu walupun punya latar belakang yang berbeda-beda? Membayangkan harus membersamai putra putri sepanjang hidupnya, membersamai setiap proses tumbuh kembangnya?

Terminal margahayu menjelang, sang ibu kehabisan cara untuk membuat si abang mau bangun. Disaat yang sama tangannya harus sibuk merogoh ponsel dari dalam tas, menggendong putri kecilnya, sembari memastikan 3 gembolannya bisa terangkut pulang.

Ah, Bukan hal yang mudah, sayang. Semoga Allah melapangkan hati hati kita, melunakkan hati kita, menguatkan kita dan membuat semua amal kita hanya tertuju untuk mendapat ridha-Nya..
Aamiin :')

"...Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur..."
-Qs. An-Nahl 16:78

Rabu, 12 November 2014
Padahal katanya sekarang hari Ayah Nasional

Wednesday, November 12, 2014

Saatnya Perhatikan Kembali Shalatmu

Ini ada kutipan yang insyaallah bisa jadi renungan kita terhadap shalat-shalat kita. Semoga bermanfaat

* * * * *

Shalat 60 tahun, tidak diterima
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu berkata,
“Ada seseorang yang mengerjakan shalat selama 60 tahun, akan tetapi shalatnya tidak diterima.” Lalu ia ditanya tentang orang tersebut, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Abu Hurairah berkata, “Dia tidak pernah menyempurnakan rukuk, sujud, berdiri dan khusyuk dalam shalatnya.”

Adapun ‘Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ada orang yang sampai beruban memeluk agama Islam, tapi ia belum pernah menyempurnakan satu rakaat shalatpun demi mengharap ridha Allah.”
Lalu ditanyakan tentang hal tersebut, “Bagaimana hal tersebut bisa terjadi, ya Amirul Mu’minin?”
Umar berkata, “Dia tidak pernah menyempurnakan rukuk dan sujud dalam shalatnya.”

Shalat, tapi hakikatnya tidak melaksanakan shalat.
Berkata pula Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, “Akan tiba suatu zaman yang mana manusia sedang melaksanakan shalat, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidak melaksanakan shalat. Dan aku sangat khawatir jika zaman itu adalah zaman sekarang ini.”
Maka apa (yang akan Anda katakan) jika Anda datang kepada kami lalu melihat keadaan kami saat ini wahai Imam?

Merasa Sujud Sebenar-benarnya, tapi melahirkan dosa karena disibukkan oleh Dunia.
Berkata Imam al-Gazali rahimahullah, “Ada seseorang yang sujud dengan sebenar-benarnya sujud, mengira bahwa dengan melakukan hal itu ia telah mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, demi Allah, seandainya dosa sujud tersebut dibagi kepada seluruh penduduk negerinya maka mereka semua akan binasa.”
Lalu ditanyakan kepada beliau, “Bagaimana bisa seperti itu?”
Imam Gazali menjawab, “Ia sujud di hadapan Tuhannya dengan kepalanya, akan tetapi ia sibuk dengan hiburan, maksiat, syahwat dan cinta kepada dunia.”

Sujud macam apakah ini?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
(( وَجُعِلَتْ قُرَّةَ عَيْنِيْ فِيْ الصَّلاَةِ))
“Dan dijadikan kecintaanku ada dalam shalat.”

Demi Allah, pernahkah Anda menjadikan kecintaan Anda terhadap 2 rakaat shalat Anda?
Dan pernahkah Anda rindu untuk segera pulang hanya demi melaksanakan shalat 2 rakaat karena Allah?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?” (QS. Al-Hadid: 016).

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Belum genap empat tahun antara keislaman kami dengan turunnya ayat tersebut, akan tetapi Allah telah memperingatkan kami. Maka kami menangis karena kurang khusyuknya kami dan dengan peringatan Allah kepada kami.”
Maka pada saat itu kami keluar dan saling mengingatkan satu sama lain.
Kami berkata, “Apakah Anda tidak mendengar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Belum tibakah waktunya bagi orang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?” ….
Maka tersungkurlah salah seorang di antara kami lalu menangis atas peringatan Allah kepada kami…

Wahai saudara-saudariku!
Pernahkah Anda merasakan bahwa Allah memperingatkan Anda dengan ayat ini?
Janganlah Anda melihat kepada kecilnya suatu maksiat.
Akan tetapi lihatlah kepada kebesaran Allah yang Anda bermaksiat kepadanya.

Alih bahasa : Arif Ahmadi Yusuf
Diterjemahkan dari artikel berbahasa Arab

* * * * *

Peristiwa Peradaban (Khutbah Nikah dari Ust Anis Matta)

Pernikahan itu seperti kematian, ia tak dapat diprediksi namun wajib untuk disiapkan. Pernikahan itu seperti kematian, ia tak perlu di bicarakan namun ia pasti akan datang”

Kita seringkali menganggap pernikahan itu adalah peristiwa hati. Padahal sesungguhnya pernikahan adalah peristiwa peradaban.

Ini bukan hanya tentang dua manusia yang saling mencinta lalu mengucap akad. Ini peristiwa peradaban yang mengubah demografi manusia.

Pernikahan adalah sayap kehidupan. Rumah adalah benteng jiwa. Jika di rumah kita mendapat energi memadai, di luar rumah kita akan produktif.

Sakinah’ bukan Cuma ‘tenang’. Ia berasal dari kata ‘sakan’ yang artinya ‘diam/tetap/stabil’. Maka ia tenang karena stabil, bukan lalai.

Sakinah: ketenangan yang lahir dari kemantapan hati. Manusia menjadi tenang saat kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi secara komperhensif.

Alqur’an menjelaskan: ‘kami jadikan air sebagai sumber kehidupannya’. Air (mani): sumber stabilitas dan produktifitas.

Hakikat pernikahan tidak bisa dipelajari dari manapun. Learning by doing. Islam arahkan menikah muda agar penasaran itu cepat terjawab. 

Agar setelah ‘rasa penasaran’ itu terjawab, perhatian seseorang bisa lebih banyak tercurah dari urusan biologis ke intelektualitas-spiritualitas.

Tidak perlu takut terhadap beban hidup, yang perlu dilakukan hanya mengelolanya. Sebab pelaut ulung pun terlahir setelah melewati gelombang-gelombang samudera.

Yang bisa membuat kita melewati gelombang itu adalah persepsi awal yang benar tentang cinta. Dorongan untuk terus memberi pada yang kita cintai.

Hubungan yang terbina bukan hanya hubungan emosional, tapi juga spiritual-rasional. Karena keluarga ini adalah basis sosial terkecil untuk membangun peradaban. 

[Khutbah pernikahan anak Ust.Tate Qomaruddin oleh Ust. Anis Matta]

Sumber : blog teh Lintang
:)

Tuesday, November 11, 2014

Konsekuensi dari Iman

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman," sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
--Qs. Al Ankabut 2-3

Ya, konsekuensi dari iman adalah ujian. Iman ada jenjangnya, surga ada tingkatannya. Ujian ada untuk mendewasakan, membawa kita pada jenjang yang lebih tinggi, pada tingkatan surga yang bisa diraih maksimal.

Allah tahu kemampuan hambanya. Kalau ingin naik tingkat keimanan, bersiaplah karena setanpun tak taggung-tanggung membuat kita lemah.

Selasa, 11 November 2014
Memaknai sepercik ayat Allah dari buku salim a fillah (bahagianya merayakan cinta) dan teteh hasri

:"

Menjadi Menantu Idaman

Resume kopdar#8
Komunitas to be wonderful wife
Ahad, 7 September 2014
Oleh Ibu Sinta Yudisia
(Ibu 4 orang anak, psikolog, penulis)

MENJADI MENANTU IDAMAN

Hmm.. Materi ini terdengar berat ya? Karena memang seringkali menjadi momok bagi perempuan di Indonesia ketika ia berposisi menjadi seorang menantu. Rasanya lebih mudah jika berbicara menjadi istri atau ibu idaman daripada menjadi menantu idaman. Tapi tenang saja, segala sesuatu meski tidak ada sekolahnya tetap bisa kita pelajari. Termasuk belajar bagaimana menjadi menantu idaman. Karena sejatinya hidup adalah untuk belajar  ^_^

Yang perlu diingat, kita hidup di Indonesia yang setiap peran tidak terlepas dari budaya ketimuran kita. Kita bisa mengamati perbedaan penekanan budaya dari sebuah film. Pada film2 India, misalnya, hatta diwarnai tarian dan nyanyian,semua tokohnya termasuk tokoh antagonisnya juga akan digambarkan bagaimana mereka berbakti  kepada orang tua. Begitu juga saat genre film tersebut action.

Pada film Korea,  hampir setiap filmnya menekankan hubungan  kekeluargaan, meski genre-nya ‘romantis’.

Sedangkan untuk film hollywood menekankan kebebasan pilihan hidup, sisi personal satu tokoh saja.

Nah tentu saja menjadi ‘menantu’ di Indonesia tidak bisa lepas dari budaya ‘ikatan kekeluargaan yang kuat’. Atau bosa diartikan, menjadi menantu perempuan di negara2 Timur atau di Indonesia ini sangat berat. Hehehe..

Untuk menjadi menantu, istri dan ibu memang tidak ada sekolahnya, seperti yg disebutkan di awal tadi, namun kita bisa belajar dengan sharing bersama orang lain.
Salah satunya dari nenek saya.

Saat itu saya pernah bertanya kepada Beliau. Nek, apa sih tipsnya biar bisa jadi menantu yang baik? Beliau menjawab :  kuncinya cuma satu :  SABAR.

Sabar di sini bukan berarti hanya pasrah, di injak-injak diam saja seperti sinetron kita yang hanya menangis saat teraniaya hehe. Bukan demikian, namun seperti kata tokoh politik Anis mata,
sabar adalah terus maju dengan beban yang ada dan mencari cara untuk mengatasinya.
Salah satu aplikasi sabar adalah jika mertua berbicara maka menantu MENDENGARKAN.

Banyak cara yang bisa kita lakukan terkait hal ini. Misal coba tanyakan kepada ibu mertua kita tentang  anak beliau, tentang keluarga, tentang masa lalu beliau saat bertemu dengan bapak mertua, dsb. Selain itu kita juga bisa mencoba konsultasi masalah resep. Meskipun kita bisa googling di internet, tapi percayalah, mereka akan merasa dihargai sekaligus senang saat dimintai petunjuk seperti ini ^_^

Biasanya ibu mertua ditakdirkan berbeda dengan kita dan ibu kita. Entah dari kebiasaan, kemampuan, dsb. Ini menjadi tantangan untuk kita agar bisa belajar dan beradaptasi menjadi menantu yang baik.

Tips kedua ialah mempunyai PRINSIP.

Untuk masalah yang prinsip misalnya pengelolaan keuangan, kita boleh tetap bertahan dengan keinginan kita hanya saja tetap menggunakan cara yang tidak merugikan salah satu pihak. Buatlah kesepakatan2.
Ingat, Karena anak laki-laki adalah hak ibunya sehingga ridho mertua akan mempengaruhi kehidupan dan kebarakahan keluarga kita.

Masalah keuangan adalah hal yang paling sensitif. Terlebih jika suami atau kita masih punya tanggungan membiayai adik2.
Buatlah kesepakatan suami istri mengenai nominal uang yang dialokasikan untuk membantu keluarga masing-masing. Takar sesuai kemampuan. Jangan berniat membantu tapi sampai kita sendiripun terlilit hutang karenanya. Takar sesuai kemampuan. Karena saat telah berkeluarga, akan banyak pengeluaran yg tak terduga dan harus segera diselesaikan, misal pengobatan saat anak sakit.

Sebaiknya saat masih bujang, wanita hendaknya rajin menabung, karena di masa kritis keuangan saat menikah nanti kita bisa membantu meringankan beban suami. Misal saat butuh uang untuk biaya kontrakan atau membeli rumah baru, dsb. Hal ini juga bisa meningkatkan harga diri kita di depan suami In syaa allah.

Di Indonesia, masih kental stigma bahwa jika ada sesuatu yg kurang benar dengan rumah tangga anak laki2nya maka mertua akan mempertanyakan bagaimana menantunya. Misal cucian baju tidak bersih, setrikaan tidak rapi atau bahkan kehabisan uang pasti akan ditanyakan bagaimana ‘istrinya’.
Masing2 kita pasti memiliki kekurangan, tak apa, tonjolkan saja kelebihan kita. Bisa jadi kita tidak jago dalam urusan mencuci, tapi kita mahir dalam urusan dapur. Tidak selamanya mertua akan melihat kekurangan kita, apalagi sampai membicarakannya di depan umum. Asal kita pun punya kelebihan yang bisa beliau banggakan dari kita, menantunya.

Tipa ketiga ialah SHALAT MALAM.

Ceritakan permasalahan kita kepada Yang Maha Berkuasa atas segalanya. Terkadang ada permasalahan yang tidak bisa kita ceritakan kepada suami. Tapi kita bisa ceritakan kepada Allah. Jangan sampai dengan menceritakan masalah kita (tentang mertua) justru kita malah mengadu domba anak dengan ibunya.

Meski menjadi menantu merupakan momok bagi kita namun kita bisa terus belajar dengan cara menjalin komunikasi yang baik dengan mertua, membuat kesepakatan mengenai sistem keluarga bersama suami, dan sebisa mungkin segera mandiri, tidak serumah dengan mertua (kecuali alasan2 mendesak seperti orang tua sedang sakit dan tidak ada yg merawat, dsb).

Meski kalau harus serumah masih bisa disiasati dan mengalah untuk menang.
Yang akan diingat mertua bukanlah hal-hal besar yang kita beri namun justru hal- hal kecil yang sederhana namun penuh ketulusan dan perhatian.
Cari tahu saja apa yang mertua suka, dan berikan. Asal masih sesuai kemampuan.
Hubungi mertua setidaknya sebulan sekali dan tanyakan kabarnya, apakah sehat, sedang apa, masak apa dsb. Hal2 ringan dan sederhana yg bisa kita lakukan agar semakin akrab dengan mertua.

Q : bagaimana jika tingkat pendidikan dan ekonomi keluarga calon suami ada di bawah kita? Bagaimana jika latar belakang agama kedua keluarga tidak sama?
A : pasti kita butuh belajar beradaptasi ya. Lihat kebiasaan2nya dan pelajari. Cari jalan tengah. Jangan terlalu memaksakan kebiasaan kita agar diterima langsung sekejap mata.
Untuk masalah perbedaan latar belakang agama, jangan terlalu menonjolkan sisi2 yang masih menjadi perdebatan. Banyak hal yang sama dan berjalan harmoni.

Q : bagaimana dengan mertua yang membanding2kan menantu?
A : bersiaplah untuk dibandingkan. Karena membandingkan antar menantu hampir pasti terjadi di kalangan mertua2 Indonesia. Kenali kelebihan, dan tonjolkan. Tak perlu berusaha mati2an menjadi sosok menantu idaman seperti harapan mertua. Bisa lelah lahir batin. Sehebat2 kita berusaha, pasti akan dibandingkan.
Saat mertua berbicara kepada kita dan membanggakan menantunya yang lain, di lain kesempatan bisa jadi kita juga akan dibanggakan di depan saudara ipar kita.

Q : jika kita posisinya masih sebagai calon menantu, apa yang bisa kita lakukan?
A : ingat harga diri, jangan terlalu sering berkunjung ke keluarga calon suami. Kalaupun berkunjung, jangan sendirian.

Q : bagaimana tekhnik komunikasi yang cantik dengan mertua, agar tidak membuat beliau sakit hati atau justru membuat kita jadi menantu durhaka? Misal mengkomunikasikan masalah hal2 prinsip yang tidak sepaham, tentang masalah kesehatan anak
A : bagaimanapun, menantu statusnya adalah inferior. Jadi jika ingin memberi nasehat, sebisa mungkin bukan dari lisan kita. Misal masalah asi eksklusif bagi bayi 0-6 bln atau masalah minum jamu2an setelah melahirkan, bisa kita siasati dengan mengajak beliau saat imunisasi/ periksa si kecil ke RS. Bisa kita tanyakan ke dokter terkait hal ini dan biarkan mertua kita mendengarnya langsung dari ahlinya.
Untuk hal2 yang khawatir syirik semisal hatus ada gunting di bantal anak bayi dsb, ikuti saja tanpa niat syirik sambil perlahan2 kita komunikasikan. Ada seni dalam berdakwah. Bukan dengan langkah2 ekstrim yang justru membuat subyek dakwah kita antipati.

Q : bagaimana dengan ide mengkomunikasikan masalah kita lewat lisan suami? Pasti lebih mudah berkomunikasi dengan anak kandung sendiri
A : ada kalanya bisa kita lakukan, ada kalanya juga sebaliknya. Jangan terlalu sering, kita usahakan dulu komunikasikan sendiri. Karena tipe komunikasi laki2 dan perempuan tidak sama. Misal kita akan mengkomunikasikan pola pengasuhan anak, ternyata bahasa yg dipakai suami krg tepat seperti : sudah deh bu, jangan ikut campur. Ini kan keluargaku. Ini anakku.
Hati2. Karena suami cenderung akan membela istri. Khawatir bahasa yang dipakai kurang tepat dalam mengkomunikasikan masalah yg sedang dihadapi..

Q : kalau mertua marah bagaimana?
A : orang timur suka orang yang sopan. Jangan bersuara lebih keras dari mertua. Jika mertua marah, diam dan dengarkan saja

Q : bagaimana kalau menitipkan anak pada kakek neneknya?
A : perlu diwaspadai, kadang kala kakek nenek juga bisa jadi ancaman karakter bagi anak. Mungkin aman dari sisi fisik, tidak akan dianiaya dsb, tetapi seringkali yang muncul adalah perbedaan prinsip dalam pola pengasuhan anak. Karena terlalu sayang pada cucu dan tidak mau repot akhirnya apa yang diminta sang cucu akan diberi. Bisa jadi juga karen faktor usia dan mereka telah lelah. Tanyakan kepada mereka sejauh mana kesanggupan mereka dititipi anak2 kita. Buat pembagian tugas. Sebaiknya di tahap golden age ( 0-5 thn ) anak memang berada dalam pengasuhan tangan ibu sendiri. Jika ingin berkarir di luar rumah bisa menunggu saat anak telah melewati masa golden age nya

-end-

Sumber : http://anikawida.wordpress.com/2014/09/

Menjadi Ibu Tangguh

Oleh : Ustadzah Habibah

Ibu dahsyat itu quwwatut tahammul (kuat dalam menanggung, menjalankan tugas, menjalankan amanah).

Tangguh bukan hanya perkara fisik, tp yg lbh penting adalah kognitif dan perasaan. Tangguh itu pantang mengeluh. Ini yang Rasulullah ajarkan saat Fatimah meminta pembantu karena lelah dengan pekerjaan rumahnya. Rasulullah tidak memberikan pembantu, tapi justru mengajarkan untuk lebih bersabar, kuat, dan ikhlas. Ibu hebat itu adalah yang mampu melaksanakan tugas dengan ikhlas dan hati yang riang.

CARANYA :
1.  Husnuzan billah
Selalu berbaik sangka pada Allah atas apapun yang Allah beri karena Allah sesuai prasangka hamba-Nya.

■ sebelum nikah,
kadang ada yg punya perasaan takut dulu kalo nanti saat jadi ibu akan repot ngurusin anak, rumah, dll. Padahal mereka yang sudah menikah pun banyak yang menjalankan perannya sebagai ibu dengan bahagia.
Banyak bersyukur, maka akan lahir perasaan senang dan bahagia.

■ saat waktunya tiba akan menikah,
Pikirkan dengan matang apakah dia yang terbaik? Caranya: istikharah. Selalu libatkan Allah dalam setiap keputusan penting yang akan kita ambil.
*bahkan ustadzah cerita, ayahnya  istikharah sampai sebulan untuk mencarikan pasangan terbaik untuk beliau.
Serahkan keputusan pada Allah, karena Dia pasti memberikan yang terbaik untuk kita.

■ setelah punya anak,
Tetap husnuzan selalu, bagaimana pun anak kita, fisik maupun sikapnya. Ga perlu ngeluh anak nakal, dsb. Selalu optimis bahwa kita masih bisa mendidik mereka selama kita masih hidup. Karena An Najah (sukses) baru terlihat setelah kita meninggal.

2. Ilmu
Banyak-banyak belajar. Dari mana pun. Jangan hanya dari buku, karena itu hanya teori. Belajar juga dari ibu-ibu lain secara langsung. Misalnya lihat anak yang pinter, hafidz, nah tanya tuh ibunya, gimana cara mendidik anaknya. Terbuka dengan semua orang, bahkan dari yang berbeda agama pun insya Allah ada teladan yang bisa diambil.

3. Jaga fisik
Mulai dari sekarang, bahkan yang belum nikah juga. Mulai dari olahraga, makanan yang dikonsumsi, istirahat, dll. Investasi dari sekarang! Ini akan menentukan juga kekuatan fisik kita saat tua nanti. Ibu dahsyat kan pasti banyak yang harus diurusi, jadi musti kuat

Semoga bermanfaat

Sumber : http://anikawida.wordpress.com/2014/09/

Sunday, November 9, 2014

Cinta dan keshalihan, dua hal yang saling mengikat dan tidak akan pernah saling menjatuhkan

Bang, ada teman saya bertanya soalan rasa. Sejatinya dia cenderung kepada seorang muslimah yang dikenal shalihat. Qadarullah, sang muslimah terikat takdir dengan lelaki lain hingga kecenderungannya menjadi hal yang terlarang. Namun masalahnya sampai saat ini dia tidak bisa mencabut rasa itu. Kecenderungan itu tetap ada walau dia sudah ikhlas dengan keputusan takdir. Apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kecenderungan itu?

Sebelum kita berbicara soal kecenderungan yang terlarang karena takdir, mari kita runut beberapa sejarah kecenderungan yang muncul namun tidak terikat kepada takdir.  Kecenderungan kepada pertama sekali ada pada Qabil anak nabiyullah Adam yang merasa seharusnya dia menikahi saudara kandungnya sendiri Iqlima. Namun jodohnya tertolak hingga membunuh saudara kandungnya sendiri Habil. Inilah kisah tragis kecenderungan kepada lawan jenis pertama sekali di dunia. Kecenderungan yang tidak berlandaskan iman di dada akhirnya berakhir kepada kecelakaan.

Namun bila kita bicara kepada  kecenderungan yang berlandaskan keimanan, maka kisah ini akan berbeda sama sekali. Ada beberapa kisah yang akan kita contohkan. Pertama sekali kisah Salman Al Farisi dengan Abu Darda. Kisah ini tentunya menjadi tolak ukur kisah kecenderungan yang tertolak takdir namun berada dalam koridor ke imanan. Kita akan menjumpai bahkan atas nama ukhuwah, mahar yang sejatinya ingin diberikan kepada sang gadis malah di wakafkan kepada sang shahabat demi kebahagiaan keduanya.

Ada kisah lain yang mungkin jarang kita ketahui. Yakni terkisah shahabat Rasulullah yang di jamin syurga, Thalhah bin Ubaidillah memiliki kecenderungan kepada Aisyah Radhi Allahu Anha. Namun takdir menuliskan ketetapan lain. Sang Ummul Mukminin ini dimuliakan oleh Allah dengan dijodohkan untuk Rasulullah. Kenyataannya rasa itu masih terikat dengan baik. Perasaan tersebut masih disimpan hingga kemudian turunlah perintah larangan menikahi istri nabi sepeninggal beliau yang terabadikan dalam surah Al- Ahzaab ayat 53. 

Sungguhlah firman Allah berada jauh diatas kecenderungan hati. Maka Thalhah pun mengurungkan niatnya dan akhirnya menikahi adik dari Aisyah Radhi Allahu Anha. Kelak, anak dari Thalhah yang bernama sama dengan Aisyah, yakni Aisyah binti Thalhah, di asuh dan dibesarkan oleh Ummul mukminin Aisyah, sang kekasih Rasulullah yang walaupun kecenderungannya tertolak dengan takdir namun tetap di lindungi keselamatannya oleh Thalhah bin Ubaidillah hingga titik darah penghabisan di perang Jamal.

Belum lagi kisah Khalifah Umar bin Abdul Azis. Yang demi kasih sayang kepada istrinya, merelakan gadis yang dicintainya seumur hidup untuk menikah dengan pemuda yang lain. Perkataan yang begitu indah terekam oleh sejarah adalah ketika sang gadis pujaan hati tersebut bertanya kepada khalifah:

“Dulu engkau berniat menikahiku dengan begitu besarnya. Namun ketika saat ini aku ditawarkan oleh istrimu kepadamu, engkau malah menginginkan aku menikahi yang lain. Apakah sudah berkurang cintamu kepadaku wahai khalifah?”

Sang khalifah menjawab dengan beruraikan airmata:
“Bahkan cinta saat ini lebih besar dari dahulu kala.”

Cukuplah tiga kisah ini menjadi catatan kita bagaimana keimanan dan keshalihan mampu menghadirkan sisi manis dramatis penuh keindahan dari kisah cinta tidak sampai.  Belajar dari para shahabat dan tabi-tabi-in, seharusnya kita sadar, cinta yang tidak terikat takdir bukanlah satu momok yang tidak akan berakhir dengan indah. Karena seharusnya semua kisah cinta berakhir happy ending.

Sejatinya cinta sendiri adalah sebentuk energi bagi kehidupan kita. Maka pada cinta berlaku hukum yang sepadan dengan hukum energy.

 Hukum energi berbunyi: energi tidak dapat di hilangkan. Namun dapat berubah-ubah bentuknya. Maka cinta juga sejatinya tidak dapat di hilangkan, namun dapat diubah menjadi bentuk yang lain.

Selayak kisah Thalhah yang mengubah rasa cenderungnya kepada Aisyah dengan menikahi adiknya Aisyah demi mendapatkan kedudukan yang mulia dari keturunan Abu Bakar. Kelak,  anaknya pun tetap memiliki seorang bibi yang mengajarinya langsung dari rasulullah. Walaupun sang anak tidak lahir dari Rahim Aisyah, namun ilmu dan pemeliharaannya sejak kecil hampir serupa dengan anak Aisyah. Bahkan dalam satu atsar dikatakan, Aisyah binti Thalhah mewariskan kecantikan serta keberanian serta keilmuwan Ummul Mukminin Aisyah.

Maka bila ada seorang ikhwan yang memiliki kecenderungan yang tertolak takdir, seharusnya rasa itu bukan dihapus. Namun alihkanlah kepada yang lain. Khitbah dan lamarkanlah muslimah yang lain, yang menurut kita memiliki kemuliaan selayak yang kita cenderungi dulunya. Ini lebih menenangkan daripada berusaha membunuh rasa yang telah Allah tetapkan ada dihati kita. Berusaha tidak jatuh cinta lagi, bahkan merasa cinta atau kecenderungan adalah sesuatu yang menyakitkan hati dan jiwa. Sungguh bila itu yang kita pilih, maka kita sedang memilih jalan cinta yang seharusnya berakhir happy ending menjadi sad ending.

Wallahu alam..

--Ustadz Rahmat Idris

"Rasanya berlaku untuk siapa saja, tak hanya untuk laki laki, tapi juga perempuan ya :)"

Sumber : https://m.facebook.com/notes/rahmat-idris/cinta-dan-keshalihan-dua-hal-yang-saling-mengikat-dan-tidak-akan-pernah-saling-m/10152651376940753/?__tn__=C

Monday, November 3, 2014

Gejolak dalam Penantian

Entah apakah para calon pengantin merasakan hal ini juga. Sebulan menjelang hari akad timbul berbagai gejolak atau kekhawatiran akan banyak hal. Aku sendiri mengalaminya. Ketidakyakinan akan kepantasan diri sendiri untuk bisa mendampinginya, serta kekhawatiran apakah ia adalah orang yang tepat.

Tapi satu hal, alasan yang membuatku akan sangat mensyukuri kehadirannya. Ia adalah lelaki yang penuh kelembutan hati. Eh, Bagaimana kau bisa tahu? Kau kan belum mengenalnya sepenuhnya? Tenanglah, tak ada orang yang mengenali orang lain 100 %, karena perkenalan itu sepanjang masa. Aku hanya melihat dan mendengar dari apa yang ibunya katakan tentangnya. Mencoba merasakan apa yang ibunya ungkapkan mengenai anak lelakinya itu.

Seorang lelaki yang tak sampai hati menyakiti ibunya, meskipun menikah dengan seburuk-buruk perempuan, tak akan pernah menyakiti istrinya. Aku yakin itu. Ia begitu menghormati dan menghayati betul sosok seorang perempuan.

Setelah itu, gejolak yang timbul tadi tiba-tiba sirna (ngga tiba tiba banget sih), berganti sebuah keyakinan bahwa aku sudah memilih orang yang tepat. Aku kembali ingat bahwa inilah yang memang menjadi salah satu alasanku untuk yakin terhadapmu, insyaallah :)

Ditulis di kamar, 3 November 2014
Sekarang diposting untuk kakanda yang sudah halal, yang lagi pusing dan kepanasan di Surabaya.
Selamat berjuang! :")

Sunday, November 2, 2014

Tips Pengajaran Quran di Sekolah

Tulisan ini saya dapat dari salah seorang guru senior di Sekolah Alam Bandung di dalam grup whatsapp. Seorang pendidik dan pengajar yang sejak awal perbincangan saya dengannya, memberikan saya pemahaman bahwa menjadi seorang guru adalah amanah yang besar. Beliau sangat concern pada Al-Quran, senantiasa "menohok" diri saya kala itu untuk terus memperbaiki interaksi dan pendalaman al-quran saya yang masih kecebelehe -_-

Ini tentang pembiasaan tilawah quran untuk para guru, kaitannya dengan pemahaman menyeluruh yang harus dimiliki seorang pendidik. Semoga bermanfaat.

Kuantitas Tilawah Harian dengan Tahapan Belajar Al-Quran

* * * * *
Bismillah
Agar program yang baik membuahkan hasil yang baik maka ikutilah tahapan/marhalahnya.

Sempurnakan program yang bagus (odoj Al Qur'an) dengan pemahaman ilmunya (ilmu belajar dan mengajarkannya/orthopedagogi).

Standard prosedur program GURU belajar Al Qur'an di sekolah agar berkah harus mengikuti kaidah yang berlaku di kalangan ulama bahwa mempelajari Al Qur'an (meskipun hanya membacanya) wajib memiliki guru yang baik. #mohon dengan sangat tidak perlu dibenturkan kebaikan dengan kebaikan, maksudnya tetap jalankan program odoj dengan sukses dan semangat sambil terus berupaya dengan sungguh-sungguh mencari guru Qur'an yang baik terutama jika diamanahi sebagai pimpinan dan atau pemegang kebijakan di Sekolah#

Ustadz-ustadz di Tarqi, Maqdis, atau jendela hati Insya Allah biidznillah bisa menjadi guru tahsin tilawah Qur'an yang baik.
Ilmu dari Tarqi yang saya dapat adalah tahapan tilawah harian sangat disarankan sesuai dengan level tahsin. (Penting: terlebih dahulu harus dijalani belajar AlQur'an yang benar, tidak cukup dikira-kira atau meraba-raba. )

Arahan dari guru Tarqi, Peserta yang sedang belajar di level:
Tahsin 1 --> minimal tilawah harian 2 lembar
Tahsin 2 --> minimal tilawah harian 4 lembar
Tahsin 3 --> min 6 lembar
Tahsin 4 --> min 8 lembar

One day one juz (Odoj) sepengetahuan saya di tahsin lanjutan.

Bismillah
Artinya Tahapan dari pra Tahsin, kemudian 4 level tahsin yang sudah disiapkan guru-guru di Tarqi dirancang untuk membantu setiap muslim untuk bisa membaca Al Qur'an dengan kualitas seperti contoh Rasulullah dan Kuantitas minimal yang diperintah Beliau, yaitu sebulan hatam Qur'an (odoj = 30 hari/sebulan hatam Qur'an).

Saran teknis, agar semua pihak terfasilitasi program maka disesuaikan dengan kemampuan semua guru kelas, jadi membuat grupnya bisa diperbanyak
1) one day one ngain (sebaiknya 'ain, biar bagus juga namanya ODO' bukan ODONG -ada di tahsin2), atau
2) one day one page (odop)
3) one day a half juz (odaj)
4) one day one juz /odoj

Insya Allah sambil terus saling mengingatkan untuk belajar Qur'an di Tarqi,Maqdis, atau Jendela Hati.

Barakallah untuk semuanya terutama yang sudah mendaftar program Tahsin dan semoga bertambah keberkahannya, rizqinya, kemudahan segala urusan, dan bertambah kemuliaannya di hadapan Allah Rabbul 'Izzati bagi yang sedang/telah belajar Tahsin.

Allahu a'lam bisshowab

(Pak Kodiron, 1 November 2014)

* * * * *

#Ada perubahan sedikit yg saya lakukan untuk membuatnya dapat lebih umum digunakan.
#aslinya ngga ada judul
Sy ngasi judul sendiri, hehe

=======

Serial tulisan #SekolahAlam ini saya buat sebagai salah satu wujud syukur dan terimakasih atas pembelajaran yang saya dapatkan waktu saya mendapat kesempatan menjadi guru kelas (fasilitator) di Sekolah Alam Bandung. Mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk para pendidik, calon orangtua, siapapun yang berdekatan dengan anak-anak, dan yang ingin lebih dekat dengan Al-Quran :)

Wednesday, October 29, 2014

Wanita Cantik di Hari Tua nya

Flashback.
Entah apa yang membuat saya menjadi teringat akan hal ini pada hari ini.

Ramadhan lalu, di malam-malam jelang idul fitri, seperti biasa keluarga besar kami berkumpul dan berbincang di ruang tengah rumah Mbah. Sederhana saja, di atas lantai dingin beralaskan karpet tua.

Kami anak-anak bertugas memijat, ya, saya sih amatiran. Tahukah apa yang saat itu terlintas di pikiran saya?

* * * *

Orang tua, lebih khususnya seorang ibu. Wanita yang dahulu pernah muda, yang pernah begitu cantik dengan fisik yang menarik. Menikah, hamil, melahirkan, menyusui, merawat tempat tinggalnya, merawat keluarganya. Perlahan ia akan menua, dan tentu berubah secara fisik. Perubahan fisiknya akan sangat jauh drastisnya, dibanding saya yang saat ini terkadang terlalu 'berisik' saat kulit semakin menggelap atau saat timbul jerawat.

Saat muda kini mungkin kau langsing, tapi setelah melahirkan, kau sudah siap bila badanmu menjadi gemuk?

Pekerjaan rumah yang begitu banyak mungkin membuat kau harus rela  urat-uratmu lebih menonjol, otot-otot semakin kekar, kulit kasar, kulit kaki pecah-pecah?

Yah, memang begitu, bahkan lebih dari itu.
Maka benarlah, Allah tak mengukur kita dari seberapa cantik rupa kita.

Wahai perempuan,
Berdoalah semoga taqwa menjadi jatidiri terbaik kita, dan semoga Allah berikan pasangan terbaik untuk menjadi imam kita menuju-Nya.

Maka apalah arti cantik kini?
Mensyukuri yang Allah beri, merawatnya sebaik-baiknya, berjuang keras dalam keshalihan, shalihah :)

Kamar, 29 oktober 2014
Hajah Sofyamarwa R.

Saturday, October 25, 2014

Dari Nol

Pernahkah kamu merasakan suatu masa, ketika kamu merasa begitu tak tahu apa apa?

Begitu banyak ilmu dan pengetahuan yang tak kamu ketahui di dunia ini. Bahkan setelah kamu selesai mengecap pendidikan di tingkat perguruan tinggi sekalipun, kamu semakin merasa banyak hal yang harus terus kamu gali di bumi Allah yang menghampar ini.

Terimakasih atas sebuah perbincangan seru di grup line SITHeads malam ini :)

Mengapa tak sudi memulai semua dari nol, bila dengan begitu kau akan segera berada di jalan yang benar dan mencapai semuanya dengan lebih cepat?

Stay hungry!
Bandung, 25 Oktober 2014

Tuesday, October 21, 2014

Pembiasaan Disiplin dari Kecil, dari Hal Kecil : Simpan Sepatu



Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan
--Aristotle

Ruang kelas hasil perpaduan bambu dan kayu itu  begitu sederhana. Tak ada pintu untuk masuk yang menutupi, namun sebelum masuk, siapapun dipersilakan membuka alas kaki dan menyimpannya di  sebuah rak penyimpanan sepatu di sebelah kiri tangga.

Bukan sebuah hal besar, tapi begitu membekas di hati. Setiap anak dibiasakan untuk selalu menyimpan alas kakinya di rak. Barangsiapa yang lupa. Bersiap diteriaki oleh murid yang piket atau yang sedang rajin sweeping sepatu. Setiap anak punya hak untuk diingatkan terlebih dahulu. Tak ada bedanya guru maupun murid, semua punya hak dan kewajiban yang sama.


“Heeey ini sepatu siapaa? Mau di simpen atau mau dibuang ajaa?”


Dan setelah itu anak-anak berhamburan menyimpan sepatu sandalnya masing masing dengan riang gembira! Kebiasaan itu pasti tidak muncul serta merta, perlu pengondisian dan kekonsistenan dari seluruh elemen yang terkait. Dalam hal ini guru kelasnya di sekolah, dan terutama di rumahnya.

Dari sana anak belajar untuk disiplin, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Teratur dan disiplin yang dijadikan kebiasaan akan menuntun kita pada kebiasaan baik yang sangat berguna di masa depannya. Saking pentingnya sebuah keteraturan, sampai seorang penyair Pope menyatakan bahwa keteraturan adalah hukum surga pertama. Dan tahu kan apa yang lebih utama? Amalan yang dicintai Allah adalah yang iqtiqamah (konsisten) walaupun kecil.

Kalau sudah punya pandangan tentang akhiran yang baik, maka prosesnya juga mesti baik, maka otomatis cara mengingatkannya pun harus dengan baik, betul kan? :)

Maka perhatikan hal kecil, biasakan disiplin sejak kecil, dari hal-hal kecil yang seringnya kita abaikan :)


Bandung, 21 Oktober 2014
Hajah Sofyamarwa R.
Pernah sebentar jadi guru

*Special Thanks To Bu Arti, mantan “Partner in Crime” saya di SD 2 dulu yang sudah menyetting suasana semacam itu :D


=========================================================================
Serial tulisan #SekolahAlam ini saya buat sebagai salah satu wujud syukur dan terimakasih atas pembelajaran yang saya dapatkan waktu saya mendapat kesempatan menjadi guru kelas (fasilitator) di Sekolah Alam Bandung. Dulu tak sempat, sekarang punya waktu lebih luang, sayang sekali kalau tidak dibagikan. Mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk para pendidik, calon orangtua dan siapapun yang berdekatan dengan anak-anak :)