Sunday, November 23, 2014

Roller Coaster Pernikahan

Oleh : Fahd Pahdepie

Saya menuliskan catatan ini untuk adik laki-laki saya, Futih, yang beberapa jam lagi akan melangsungkan pernikahannya.

Membayangkan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan Futih pada saat-saat ini, ingatan saya kembali pada lima tahun lalu, tepat beberapa jam sebelum mebacakan ‘ijab qabul’ saya pada Rizqa. Saat itu saya hanya butuh diri sendiri, juga sebuah ‘momen’. Semacam jeda sebelum pesta, di mana saya bisa meredam segala kecemasan untuk kemudian berusaha memaknai pernikahan dari sudut pandang yang paling pribadi: Apa itu pernikahan? Bagaimana menjalani semuanya?

Saya membaca status Facebook Futih malam tadi. Sambil menyebut calon istrinya, Rela, di status itu, Futih menemukan refleksi yang mengagumkan mengenai pernikahan: “Inilah roller coaster yang susungguhnya. Kadang kita harus teriak kencang ketakutan, kadang harus bahagia melepas segala beban. Di atas semua ketakutan itu, kita tahu, semua akan baik-baik saja,” tulisnya. Membaca hasil perenungannya, sebagai kakak, tentu saja saya merasa bangga. Saya tersenyum membacanya. Ada ketenangan tersendiri yang menyelinap dari dalam hati saya. Di tengah segala rasa cemas dan gelisah, tampaknya Futih sudah menemukan ‘momen’-nya sendiri. Dan di momen itulah, Futih melihat pernikahan sebagai sebuah roller coaster yang akan segera dinaikinya bersama Rela.

Sebagai seorang kakak, saya ingin memberikan beberapa nasihat untuk Futih dan Rela. Saya akan menggunakan amsal roller coaster untuk melakukannya. Mudah-mudahan ini sederhana.

Bayangkan kalian berdua akan menaiki sebuah roller coaster yang menawarkan ketakutan sekaligus kegembiraan. Kalian tahu semua ini tidak akan semudah yang dibayangkan, kalian sudah mendapatkan banyak cerita mengenairoller coaster semacam ini… di mana sebagian orang berhasil berbahagia menjalaninya sementara sebagain lain merasa frustrasi mengalaminya. Kalian tidak tahu akan menjadi jenis yang mana dari dua kemungkinan itu. Di tengah situasi semacam itu, kalian merasa cemas sekaligus ingin tahu. Persis seperti perasaan seorang anak yang akan menaiki sebuah roller coaster untuk pertama kali dalam hidupnya… kalian begitu bersemangat, berbahagia, tetapi sekaligus takut. Di sanalah keberanian kalian diuji, melalui sebuah janji.

Pernikahan adalah sebuah perjanjian. Tanpa perjanjian, pernikahan tak akan bermakna apa-apa. Apapun yang terjadi, berjanjilah untuk menolong cinta kalian agar tetap hidup. Berjanjilan untuk saling menjaga dan melindungi, untuk berbicara pada saat kata-kata begitu dibutuhkan, untuk diam pada saat kata-kata tak dibutuhkan… untuk saling setuju atau tidak setuju berdasarkan kasih sayang, untuk menciptakan kehangatan dan ketenangan di antara kekhawatiran kalian berdua. Bayangkan saja kalian saling menggenggam tangan di atasroller coaster yang bergerak naik-turun dengan kecepatan yang barangkali tak sempat kalian perhitungkan lagi, bayangkan kalian menjadi sepasang suami-istri yang harus mengelola kebahagiaan dan ketakutan mereka bersama-sama.

Barangkali semua itu tak tertulis di buku nikah, tak ada dalam ‘sighat ta’liq’, tetapi berjanjilah untuk saling menjaga satu sama lain: Merawat dan menumbuhkan kesabaran, sebesar cinta membutuhkannya. Setelah pernikahan, tak semua barangkali sesuai yang kita bayangkan sebelumnya. Akan ada hal-hal yang membuat kita merasa bangga berlebihan tentang pasangan kita, akan ada hal-hal yang membuat kita kecewa… Di sanalah kalian diuji untuk tetap setia pada ‘janji’. Sesuatu yang di hari pernikahan dibacakan untuk diri sendiri dan pasangan kita, sementara Tuhan dan semesta menyaksikan semuanya.

Sebelum menaiki roller coaster, kita diberitahu tentang beberapa ‘anjuran keselamatan’, seperti menyandarkan punggung, membuka mata, atau memegang erat-erat bar pelindung tubuh kita. Tetapi kenyataannya, di atas wahana dan perjalanan sesungguhnya, ada begitu banyak hal lainnya yang tak diberitahukan sebelumnya. Seperti itu jugalah pernikahan. Tak semua yang akan kita jalani ada dalam buku tips atau nasihat-nasihat pernikahan yang pernah kita dapatkan. Kita sendirilah yang tahu bagaimana menjalaninya, kita sendirilah yang tahu bagaimana mengelola kegembiraan dan kesedihan masing-masing. Hanya kita yang tahu kapan harus berteriak, kapan harus menutup mata, kapan harus mengeratkan genggaman dan saling mendoakan. Tak ada satupun orang lain yang bisa berdiri di atas sepatu nasib yang kita kenakan, kan?

Di atas semua itu, kita tahu… ‘saling membantu pekerjaan rumah’ tak pernah tertulis di buku nikah, tentang membahagiakan pasangan tak pernah disebutkan di surat perjanjian yang ditandatangni di depan penghulu. Tetapi kita harus mengerti bahwa semua itu adalah bagian penting yang dibutuhkan dalam sebuah pernikahan. Mencuci piring, menyetrika pakaian, membersihkan rumah, mencari nafkah, mendidik dan membesarkan anak-anak, tak pernah diatur secara jelas sebagai tugas istri atau suami, sebab hanya kalian yang tahu bagaimana mengatur, membagi, dan mengelola hak-hak dan kewajiban kalian berdua. Demikianlah, tak ada yang lebih baik daripada saling mengerti dan memahami.

Di atas roller coaster, kadang-kadang kita membandingkan diri kita dengan orang lain: Mengapa pasangan kita ketakutan sementara orang lain tidak? Mengapa pasangan kita begitu cengeng dan manja? Mengapa kita merasa biasa-biasa saja sementara orang lain begitu histeris menjalani semuanya? Wajar saja melihat pernikahan orang lain dan membandingkannya dengan kehidupan kita, tetapi ‘selalu memanding-bandingkan’ tak akan membuat kita berbahagia. Kita tak akan menikmati perjalanan jika melulu disibukkan dengan melihat dan membanding-bandingkan pasangan kita dengan orang lain. Maka cukupkanlah semuanya, cukupkanlah cinta di antara kalian berdua.

Jika melihat perempuan lain lebih menarik daripada pasangan kita, itulah saat yang tepat untuk membuat pasangan kita terlihat lebih cantik dan lebih menarik lagi. Cinta, harus diakui, pada satu sisi adalah soal ketertarikan fisik, maka rawatlah baik-baik hal-hal yang berhubungan dengannya. Buat diri kita sendiri merasa bangga memiliki dan menjadi pendampingnya. Barangkali ini nasihat yang agak berbeda dengan kebanyakan orang, tetapi dengarkan baik-baik—

Laki-laki seringkali komplain tentang kulit istrinya yang tak semulus kulit perempuan lainnya, tetapi tak pernah sekalipun memberi kesempatan pada istrinya untuk merawat tubuhnya. Kita sering tertarik melihat perempuan lain yang berpenampilan menarik seraya bertanya-tanya mengapa istri kita tak bisa seperti mereka, tetapi pada saat bersamaan kita tak pernah memberikan dukungan apapun untuk membuat istri kita berpenampilan lebih cantik lagi dari yang kita lihat sehari-hari. Maka tentang membelikan kosmetik yang baik, mengantarnya luluran atau ‘facial’, berbelanja sepatu atau tas baru, mencukupkan dan mendukung semua kebutuhannya lahirnya, kapan saja selalu sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan batinnya.

Di atas roller coaster yang bergerak naik turun itu, kalian tidak sendirian. Pernikahan bukan hanya tentang kalian berdua. Pernikahan adalah tentang menyatukan dua keluarga. Di sana, penting untuk saling mengerti dan memahami keluarga satu sama lain, mengelola ego kalian berdua untuk menghadapi semuanya bersama-sama. Kelak kalian akan melahirkan anak-anak, memperbesar peluang kebahagiaan dan ketakutan kalian berdua di sebuah tempat yang akan kalian sebut sebagai ‘rumah’. Bangunlah rumah itu dengan kasih sayang dan doa-doa. Tumbuhkanlah cinta di setiap sudutnya.

Tentu saja, nasihat ini bisa lebih panjang lagi. Dan lebih panjang lagi. Kita bisa berbicara tentang apa saja. Tetapi kelak kalian juga akan mengerti dan memahami semuanya berdasarkan pengalaman kalian sendiri. Saya tak bermaksud mengguri. Apa yang sudah dan sedang saya alami belum tentu lebih baik dibandingkan dengan apa yang akan kalian alami. Anggap saja ini hadiah dari seorang kakak untuk adik laki-lakinya yang akan menikah. Mudah-mudahan sederhana saja.

Akhirnya, selamat menempuh hidup baru, adikku. Seperti katamu: Iniahroller coaster yang sesungguhnya. Kadang kita harus berteriak kencang ketakutan, kadang harus bahagia melepas segala beban. Di atas semua itu, tenang saja, semua akan baik-baik saja dengan cinta!

Selamat menikah. Jadikanlah semua ini yang terbaik sepanjang hidupmu, yang pertama dan terakhir, hingga maut memisahkan kalian berdua.

Teriring semua doa terbaik yang pernah ada: Selamat berbahagia!

Melbourne, 22 November 2014

Fahd Pahdepie

Sumber : http://fahdpahdepie.com/post/103239020967/roller-coaster-pernikahan

No comments:

Post a Comment