Tuesday, February 21, 2023

NARASI CYB - BAB 1 - MILIKI CINTA YANG BERPIKIR




NARASI BAB 1 CYB - MILIKI CINTA YANG BERPIKIR (part 1)

By : Hajah Sofyamarwa R.


Bab 1 Buku CYB ini berjudul Miliki Cinta yang Berpikir. Secara keseluruhan bagiku perunutan bahasan di bab 1 ini sangat bagus dan menarik karena bisa meluruskan dan merangkul “kekhawatiran” para orangtua mengenai tugas mulia yang akan/sedang diemban.


Aku jadi tersadar bahwa apa yang selama ini kurasakan memang wajar dialami oleh para orangtua. Saat ketika anak hadir, konsekuensinya banyak hal yang berubah dari kehidupan kita, dari mulai prioritas hidup, visi masa depan, sifat bahkan prilaku kita juga bisa berubah. Mengapa bisa begitu ya?


IMPULS ALAMIAH

Secara fisiologis, sebetulnya hadirnya “hormon cinta” atau oksitosin cukup dapat menggambarkan bagaimana seorang manusia bernama ibu bisa begitu menyayangi anak yang ia rawat. Oksitosin ini menghasilkan empati, rasa peduli dan rasa percaya antara ibu dan anak. Oksitosin sendiri akan meningkat seiring dengan meningkatnya pula interaksi antara ibu dan anak, maka hal sederhana seperti sentuhan, belaian, gendongan, pelukan, canda tawa, obrolan kita pada anak menjadi sesuatu yang sangat berarti.


UJIAN

Takdir Allah, setiap manusia punya ujiannya masing-masing. Tak semua “beruntung” untuk bisa mendapatkan indahnya limpahan cinta kasih sayang orangtuanya sedari kecil. Ada anak yang harus menerima bahwa ia tak diinginkan oleh orangtuanya : dibuang, ditelantarkan, bahkan dihabisi nyawanya. Ada pula anak yang tetap hidup namun membawa lukanya hingga dewasa : trauma masa kecil, mememendam dendam, atau stress dengan kondisi kehidupan yang berat. Bukan hal mudah tentunya hidup dalam kondisi seperti itu, maka tak sedikit yang akhirnya mengurungkan niat, jadi enggan memiliki keturunan. Merasa diri tak siap dan mungkin tak ingin kelak anaknya mengalami hal yang sama dengan dirinya.


Sebuah pernyataan dari psikolog Kerry Frost ini sebetulnya cukup mengagetkan, tapi bisa memberikan kita kesadaran sebagai manusia :

“Jelas sekali ada banyak orangtua yang tidak layak punya anak. Sekadar punya anak itu terlalu gampang. Kalau kalian orang-orang dewasa sedang berencana memiliki anak, tanyailah diri kalian sendiri, apakah kalian siap? Apakah kalian masih menyimpan trauma masa kecil? Apakah sebagai pribadi kalian mudah sekali meledak marah dan berkata kasar? Kalau kalian masih mengidap gangguan mental, pertimbangkan lagi apa kalian mampu membesarkan anak dengan sikap pengertian dan dukungan emosional yang konsisten.”


Bagaimana bila jawabannya YA semua?

Apakah artinya kita tidak layak punya anak?
Harus menyembuhkan mental diri dulu sampai selesaikah?

Apakah akan selesai dengan segera? 

Bagaimana bila tidak selesai-selesai sampai maut menjemput?

Atau bagaimana?


MEMPERSIAPKAN DIRI

Sebagai manusia kita tentunya ingin terus belajar menjadi lebih baik. Maka salah satu langkah yang penting adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Tak perlu menuntut diri menjadi sempurna dulu, karena sampai kapanpun sejatinya kita tak pernah akan sempurna. Yang kita butuhkan adalah tekad untuk terus berprogress. 


CINTA YANG BERPIKIR

Cinta yang penuh mendalam, yang wajib dilengkapi dengan pengetahuan,

Menurut CM, bekal mengasuh anak, pengetahuan yang dimaksud adalah dasar-dasar fisiologi dan psikologi. Tak cukup bila hanya berbekal “apa kata orang” atau sekadar bersadar pada pengalaman pribadi tanpa dasar yang kokoh. Menjadi orangtua tak ada sekolahnya, maka untuk menjalankan tugas mulia ini, dibutuhkan ilmu yang mumpuni.


DOA & HARAPAN

Dalam realita ada saja anak yang tadinya buruk, saat dewasa berubah dan menjadi baik. Namun bukankah ada pula yang tadinya “terlihat baik-baik saja”, saat dewasa justru menjadi ujian bagi orangtuanya? Maka, doa dan harapan dari orangtua adalah hal yang sangat penting, namun tidak cukup, karena sebagai manusia kita harus berusaha sebaik-baiknya. Membangun rumah yang kokoh dan indah di dunia saja butuh ilmu, perencanaan dan eksekusi yang mantap, apalagi membesarkan anak manusia yang kelak akan kita pertanggungjawabkan.


HAKIKAT ANAK

Anak bukan aset pribadi orangtua. Anak adalah amanah, amanah dari Allah dan amanah dari umat manusia. Apakah anak akan menjadi berkah bagi umat atau justru sebaliknya? Karena anak adalah titipan yang berharga, orangtua tidak cukup membesarkan anak-anak dengan baik. Mereka wajib membesarkan anak-anak dengan sebaik-baiknya. Keliru bila Orangtua merasa bebas melakukan apa saja pada anaknya “Ini anakku, terserah padaku bagaimana cara membesarkannya”


ORANGTUA YANG TIDAK SEMPURNA

Jangan mudah berpuas diri, jangan sombong.

Jangan pula merasa rendah diri, membanding-bandingkan diri hingga terintimidasi.

Setiap orang pasti punya kelemahan pribadi, terpenting sadar dan mau berjuang memperbaiki diri. Anak tak butuh orangtua yang sempurna, melainkan ayah bunda yang mencintai mereka tanpa syarat dan mau terus belajar bersama mereka.


ANAK YANG MENGAJARI KITA BANYAK HAL

Kadang kala kita yang terlalu khawatir tak cukup mampu mencintai, nyatanya anaklah yang mengajari kita bagaimana mencintai dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan pikiran. 


Setiap tahun yang kita habiskan untuk mendidik dan mengasuh anak adalah pengalaman belajar yang komplet, utuh dan tak ternilai harganya. Anak-anak bisa mengeluarkan semua potensi terbaik dalam diri kita, yang sebelumnya kita tak sadari tersimpan di sana. Syaratnya hanya satu, janganlah kita mengeraskan hati.

– Ellen Kristi

Raising children, raising ourselves.

Mendidik anak pada hakikatnya adalah mendidik diri sendiri.

– Naomi Aldort


Alhamdulillah selesai,
Mari sempatkan berefleksi :D

Thursday, February 16, 2023

Insight dan Review Film Ngeri-Ngeri Sedap (Missing Home) 2022

 

Bismillah..

Kali ini aku pengen sharing tentang apa yang kudapat dari film Ngeri-ngeri Sedap. Buat pecinta film ber-genre keluarga kaya aku, film ini RECOMENDED sih menurutku. Plusnya, aku yang blasteran suku Jawa-Sunda ini jadi agak sedikit tahu mengenai adat dan tradisi Batak. Aku suka banget! <3

Film ini bahas keluarga yang sudah cukup matang, sudah bukan anak-anak lagi. Memang belum ada yang menikah dari anak-anaknya, tapi buat aku, cukup jadi pengingat dan refleksi diri tentang "akan menjadi orangtua yang bagaimanakah aku kelak?"

Mungkin aku ngga akan terlalu bahas isi filmnya ya, spoiler tipis-tipis ngga apa-apa ya hihi. Tentunya, better nonton sendiri ya. Aku pengen nulisin pelajaran/insight yang kudapat dari film yang sedang tayang di Netflix ini

1. Pentingnya sosok Suami dan Bapak untuk dekat dan bersahabat dengan anak-anaknya, juga istrinya.

Kalau dilihat memang usia Orangtua di film ini adalah generasi babyboomers yang bisa dibilang masih sangat konservatif dan memegang adat. Mereka yang masih minim ilmu parenting-parentingan sehingga hubungan antara anak dan Bapak masih sangat kaku. Fenomena Bapak yang "harus selalu ditaati" cukup terasa, namun minim koneksi dengan anak. Diperlihatkan bahwa efeknya adalah anak jadi enggan pulang ke rumah orangtua karena "males" selalu dikoreksi dan ngga dimengerti. 

Jenis hubungan yang kulihat dan Pak domu dan mak domu ini sebetulnya unik. sampai punya "ide gila" itu juga saat menjalaninya malah kagok hihihi. "Lembutnya" hati seorang suami/ayah akan berdampak sangat besar pada anak dan istrinya.

2. Ibu yang rindu sama anak-anaknya dan berani mengekspresikannya

Aku di masa sekarang ini anak masih kecil-kecil belum dewasa dan ngerantau, belum ngerti deh gimana rasanya. Tapi aku belajar dari mak domu ini, bahwa kalau rindu ya sampaikanlah kerinduan itu sama anak-anak. Biar anak tahu betapa ia dirindukan orangtuanya, betapa orangtuanya sedang merindukannya. Cinta dan kasih sayang itu bukan hanya dalam hati, tapi perlu diekspresikan melalui kata-kata dan aksi.

3. Anak-anaknya sebetulnya so sweet dan care sama orangtuanya

Meski mereka tersebar di luar kota (bahkan pulau), tapi ketika ada kabar "menggemparkan", mereka kompak untuk pulang dan membantu orangtuanya untuk memecahkan masalah. Kalau anak ngga "baik" sih bisa aja memilih untuk apatis dan ngga peduli ya. Mereka mau ngusahain bantu orangtua mereka dengan cara yang baik dan dewasa. Patut diapresiasi ya!

4. Pahami latarbelakang dari keputusan yang diambil anak

Setiap anak sebetulnya punya misi tersendiri yang udah Allah takdirkan. Orangtua wajib mengarahkan, mendampingi, namun sebagai manusia tak bisa sepenuhnya mengendalikan manusia lainnya. Seiring bertambahnya usia anak, sangat mungkin terjadi perbedaan pandangan yang bila tak orangtua iringi akan menjadi hal yang "mengagetkan". Bila ada hal-hal yang memang bersebrangan dengan prinsip keluarga, tradisi, agama, value atau hal lainnya, diskusi yang sehat sangat dibutuhkan. Sekedar melarang tanpa memahami latarbelakang anak mengambil suatu pilihan justru akan membuat anak semakin jauh. 

Kalau dalam film ini diceritakan adanya ketidaksetujuan orangtua terhadap pilihan anaknya : anak yang mau menikah dengan suku yang berbeda, anak memilih profesi yang tidak disukai orangtua, dan anak yang tak kunjung pulang karena malah merawat "orangtua" lainnya.

5. Hak perempuan untuk mengemukakan pendapat

Dalam berbagai budaya, juga aturan agama, yang kupahami memang perempuan itu diwajibkan tunduk taat pada suami. Namun untuk mewujudkan pernikahan yang berkah tentu kenyamanan dalam mengemukakan pendapat sewajarnya perlu diperhatikan. Seseuatu yang terlalu ditekan, bila tak diatasi dengan baik, suatu saat akan meledak. Sebetulnya hal ini berlaku baik untuk perempuan maupun laki-laki ya. Juga orangtua maupun anak-anaknya.

6. Pentingnya orangtua mengenal anak lebih dalam

Kadang orangtua ngga sadar apa kesukaan, keinginan, bakat, dan perkembangan jiwa anaknya. Dalam film ini, contohnya saat sang Bapak ngga suka dengan pilihan karir anaknya (gabe) menjadi komedian, padahal sang Bapak juga termasuk yang paling lucu banyolannya. Tokoh Sahat (anak terakhir) juga ternyata begitu berarti & bermanfaat di kampung tempat ia bekerja. Ia bahkan mendapatkan banyak pelajaran hidup dari sosok tetua yang ada di tempat tinggalnya di Jawa. 

7. Yang terpenting bukan apa yang terlihat di luar, melainkan bagaimana yang sebenarnya di dalam

Keluarga Pak Domu ini sempat dijadikan percontohan keluarga harmonis bagi keluarga lainnya di tempat ibadahnya, Ada scene saat pak Domu meminta Mak Domu merangkul tangannya saat di depan orang lain, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Hikmahnya buatku, ya setiap keluarga punya ciri khas, baik itu hal bagus yang bisa dicontoh, ataupun permasalahan masing-masing. Tentunya menjaga marwah keluarga juga hal yang penting dan baik. Terpenting adalah berfokus untuk benar-benar baik di dalam hingga kebaikannya bisa terpancar ke luar. 

8. Sosok Bapak yang "curhat" kepada Ibunya saat ada masalah

Ini menarik sih ya, di balik "keras"nya watak sosok Bapak di film ini, masih ada kesempatan ia untuk akhirnya "curhat" kepada Ibunya sendiri meski ia sudah berumur. Kebanyakan dari kita, semakin dewasa semakin "gengsi" untuk menceritakan permasalahan-permasalahan hidup kita pada orangtua. Berkeluh kesah pada orang yang tepat itu boleh kok ya, karena manusia memang makhluk yang suka berkeluh kesah, bukan? Setelah itu jernihkan pikiran dan ambil keputusan yang terbaik.

9. Mau menyadari, mengakui kesalahan dan meminta maaf itu tidak menurunkan derajat, justru membuka jalan kebaikan

Sebetulnya dalam sebuah keluarga/pernikahan, karena semua saling memberi pengaruh, maka kita memang tidak bisa menyalahkan pihak manapun. Namun, dari melihat film ini, aku melihat bahwa kunci dari segala permasalahan adalah ketika sosok Bapak mau "mendengarkan" apa yang istri dan anaknya sampaikan. Fitrah ayah sebagai imam memang menjadi pengambil keputusan dan setiap anggota keluarga butuh taat, namun pemimpin yang baik tentu bisa mengayomi jiwa-jiwa orang yang dipimpinnya.


Secara budaya aku jadi tahu kalau di tradisi batak itu.. (cmiiw)

1. Usahakan menikah dengan dengan yang satu suku untuk menjaga tradisi

2. Anak lelaki merantau, tetapi anak terakhir tidak merantau dan ia yang bertugas merawat orangtua 

3. Motif ulos berbeda-beda dan dipakai di momen yang berbeda

4. Ada upacara adat Sulang-sulang Pahompu : pengukuhan adat pernikahan Batak Toba

5. Ada budaya kumpul di Lapo : warung ngobrol santai, menyanyi, dkk 

6. Ketika ada permasalahan suami istri dan istri sampai pulang ke rumah orangtuanya, istri harus dijemput oleh suami dan anak-anaknya (keluarga)


Bagus banget sih film semacam ini buat generasi muda, jadi bisa kenalan sama budaya-budaya lewat media yang menyenangkan :D

Nah, insyaallah segitu dulu ya, nanti kalau ada aku tambah-tambah lagi.
Mau ngerjain tugas lain dulu, hihi.

Kalau ada rekomendasi film keluarga yang bagus lagi, berkabar ya!