Saturday, December 27, 2014

Telur Ceplok "Salting"

Akhirnya kami berdua dipersatukan :)
Ya, tak terasa kini sudah hampir menginjak 1 bulan.
Banyak hal yang belum kuceritakan ya? Sabar ya, aku juga tak sabar untuk menceritakannya :D

Pagi ini alhamdulillah kami mendapat kesempatan makan di hotel ibis surabaya, sembari makan, si sayang nge share artikel tentang suami yang ridha dengan telur dan tempe yang gosong buatan istri.

Ngomong ngomong soal telur, Saya jadi ingat, 4 hari setelah kami menikah, saya mulai menyiapkan sarapan untuk akang. Jrenggg! Masih baru cuy, bingung mau mulai dari mana. Hihi. Biasanya makan misal nyiapin buat sendiri, ngga ada perasaan gimana gimana, enak ga enak ya makan, karena yang makan kita sendiri. Lah ini, apa apa yang kita lakuin, kita bikin, untuk orang lain, suami yang masih baru, jadi masih deg deg an.

Siapa sih di dunia ini yang ngga bisa masak telor ceplok? Hehe
Entah kenapa Telor ceplok pertama buatan saya untuk akang itu failed banget ahehe.
Malu karena diliatin, trus pake teflon yang ga biasa, jadi lengket.
Terus bentuknya absurd banget, hehehe. Plis telor ceplok doang, nutup mata juga harusnya oke. Ahehehe

Tapi si akangnya sabar aja ngabisin sarapannya. Alhamdulillah. Maafin ya kang, makasih banyak :))

Emang masa awal awal nikah, masa banyak percobaan, mesti siap dengan apa pun yang disajikan hehe (sing sabar). Kata yang udah nikah, awal-awal sang suami mesti siap siap dengan rasa masakan yang hambar, keasinan, atau bahkan siap siap diare. Sebulan ini aman kok, belum diare kan ya kang? Hehe
Banyak sabar ya kang hehe :p

Lobby Ibis Rajawali Surabaya,
27 Desember 2014

Tuesday, December 16, 2014

Memelihara Ketertarikan untuk Disiplin Diri

"Emosi adalah elemen penting untuk belajar."

Meski manusia dewasa harus dapat mengendalikan emosi, manusia tetap memerlukan emosi untuk mendorong semangat kerjanya. Emosi adalah elemen penting yang membuat anda ingin mendalami sesuatu. Tengoklah para musisi-musisi hebat, atlet-atlet kelas dunia atau para pemimpin terkenal. Mereka melakukan sesuatu "di drive" oleh emosi emosi positif. Emosi itu berarti semangat, ambisi, keinginan kuat, dan napas membara untuk melakukan sesuatu yang besar, agung, dan menciptakan kekaguman.

Itulah Sebabnya manusia perlu menekuni hobinya. Apapun itu tidaklah begitu penting. Yang penting anda memelihara ketertarikan. Manusia secara otomatis akan berdisiplin diri karena ketertarikan.

Manusia berdisiplin yang menjadi driver adalah manusia dengan ketertarikan pada bidang tertentu. Manusia-manusia seperti ini bergerak ke depan (moving forward) dan optimistis. Sedangkan mereka yang tak memiliki ketertarikan tidak memiliki disiplin diri akan bergerak mundur (moving backward) dan cepat menyerah."

Rhenald Kasali, "Buku Self Driving"  h.129. Dalam bab 6 bertajuk Self Discipline

* * * * *
Kadang saya suka malu menunjukkan bahkan menutupi apa yang sebenarnya menjadi ketertarikan. Hehe. Padahal penilaian orang toh tak sebegitu penting dibanding apa apa yang terjadi pada diri kita. Ketika kita memang suka, ya suka saja, yang terpenting adalah pelihara keunikan kita.

Proses membaca yang paling asik adalah ketika selesai membaca, kita bisa menangkap langsung realitasnya pada kehidupan sehari-hari, mengaitkan dengan diri sendiri atau kalau tak bisa, kita dimampukan untuk mengingat pengalaman kita yang berkaitan dengan bacaan kita.

Nah, Terkait memelihara ketertarikan ini, saya melihat contoh nyatanya pada diri si suami (ciyeh). Ketertarikan pada suatu hal, memang membuatnya menjadi berdisiplin pada hal tersebut, misal setiap jam 11 harus melakukan apa, setiap pekannya harus melakukan apa, dan setiap 2 pekan harus melakukan hal tertentu. Entah dia sadar ato ngga, saya mengamati bahwa dia memang menjadi disiplin sama hal itu.

Saya mau ambil contoh dari dosen juga, contohnya pak taufik (pembimbing saya) yang punya ketertarikan di bidang fotografi sampai sekarang, trus pak wahyu s (dosen fisika, dikasi tau suami) yang jago sketsa dengan pesan moral yang keren.

Hehe.
Lalu apa ketertarikan mu, jah?
Mengamati, membaca, membahas bacaan, membahas pengalaman membaca, menuliskan, proses belajar. mendesign, melihat membayangkan hal kreatif, tema pendidikan, tema keluarga, perkembangan anak, psikologi dan manusia, jurnalistik dan literasi, mendengar, pemikiran, dll
Nah, belum ada yang terdisiplinkan atau sengaja di program, jadi harus lebih diperhatikan dan diseriuskan nih.

Bismillah ya :)

Pendidikan Iman sebelum Qur'an

Saya (hajah) berlindung pada Allah dari segala hilaf dalam menyebarkan sebuah ilmu. Kajian ini pasti hanya secuil dari inti yg dimaksudkan. Barusan diingatkan juga, oleh salah seorang guru, untuk lebih mendalami lagi maksud iman dan quran.

Kuttab al fatih adalah sebuah lembaga pendidikan untuk anak usia 5-12th yang menitikberatkan pada iman dan al-qur'an. (Baca baca aja di http://kuttabalfatih.com/) barusan aja saya juga tau nya. Ckckck. Sedikit reminder buat diri sendiri, cek semua yang mau kita share dengan benar, jangan sembarang ngeshare sekalipun itu terlihat baik.
Semoga bermanfaat ya, selamat membaca :)

* * * * *
Kajian bersama
Ustadz Budi Ashari, Lc.
Bazaar Madinah, 13 Desember 2014

Pola kita dalam mendidik anak-anak harus kita ubah.

Peran sekolah hanya sebagian saja dalam pendidikan anak, sisanya dilakukan oleh orangtua. Oleh karena itu, orangtua harus terus belajar untuk meningkatkan perannya dalam mendidik anak.

Iman sebelum Quran adalah tema utama di Kuttab. Bermula dari hadist Jundub bin Abdillah, konsep inilah yang menjadi panduan dalam mendidik generasi. Cara keluar dari kesesatan yang nyata ialah dengan memperhatikan urutan perbaikannya. Hal yang kita lakukan di Kuttab Al Fatih saat ini sebenarnya belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan peradaban Islam.

Hasil dari pendidikan yang langsung melompat ke Al-Quran (melewati iman) adalah munculnya penghafal Quran yang buruk keimanannya, akhlaknya, dan keilmuannya. Tidak semua sahabat Nabi hafal Quran, namun keimanan mereka kokoh dan teraplikasikan dalam kehidupan.

Seringnya, kita lebih mengapresiasi anak yang hafalannya banyak dibandingkan anak yang adab akhlaknya baik. Perlu pembenahan bagi anak yang hafalannya banyak namun moralnya buruk. Cobalah mulai memperhatikan keimanan anak anak, jangan hanya hafalan dan nilai akademiknya saja yang diperhatikan. Keimanan itu misalnya terlihat dari mulai tumbuhnya kecintaan terhadap Nabi dan orang beriman.

Orang tawakal itu ialah yang mampu menyeimbangkan antara Raja' (harapan) dan khauf (ketakutan). Raja' secara berlebihan berpotensi melanggar rambu syariat. Sedangkan khauf yang berlebihan akan menimbulkan ketakutan dan kelesuan. Modal utama kita adalah keyakinan. Terutama keyakinan akan janji Allah dan Rasulnya akan kebesaran dan kemuliaan Islam di kemudian hari.

Salah satu contoh dari keimanan: Khansa RA kehilangan 4 orang putranya sekaligus di perang Qadisiyah. Saat dikabari, Khansa hanya tersenyum dan berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan syahidnya mereka."

Iman berbeda dengan karakter, bahkan ia melampaui karakter. Seseorang yang memiliki keimanan akan sangat kokoh dan stabil dalam menghadapi hidupnya. Bangsa ini sebenarnya berada dalam kebingungan besar, hendak dibawa ke mana generasi ini? Jika pemimpinnya memberikan teladan yang tidak baik, bagaimana dengan generasi di bawahnya?

Waspadailah syariat yang menjadi tren. Syariat itu punya pakem yang jelas, sedangkan tren senantiasa berubah mengikuti zamannya. Membangun sebuah keyakinan/itikad perlu usaha yang sangat besar. Inilah yang dahulu dilakukan oleh para sahabat, dan kita hendak mengikutinya.

Iman yang sudah memiliki bibit mudah diketahui, yaitu dengan memperhatikan lisannya. Lisan memiliki peran yang sangat besar dalam menghinakan atau memuliakan seseorang. Saat lisan baik, Insya Allah akan diikuti dengan amal perbuatan.

Di akhir, Ustadz Budi mengingatkan kembali jangan sampai kita salah fokus dalam melaksanakan kurikulum Iman sebelum Quran ini. Jangan sampai Al-Qurannya dikejar tapi imannya ketinggalan.

*Dikutip dari grup wa sekolah alam

* * * * *
Astaghfirullah.. Ya, pendidikan iman sebelum apapun. Pendidikan iman akan berhasil bila kedua orang tuanya beriman, atau benar2 berusaha menuju keimanan yang semakin meningkat.

Ya Allah, Jadikanlah kami orang orang yang senantiasa beriman dan mampu beramal shalih..

>,<

Bimbing fya ya kang, belajar sama sama :") mohon maaf ya harus banyak bersabar :"

Thursday, December 11, 2014

Asyiknya Ditampar Buku Self Driving Rhenald Kasali

Satu lagi buku bergizi berhasil hadir di depan mata! Alhamdulillah :)

Dikenalkan pertama kali oleh pak hernowo dalam ulasan-ikatan- makna-nya, serta sedikit kutipan cerita dari salah satu sahabat saya, hani. Buku SELF DRIVING nya Pak Rhenald Kasali ini seperti diramu dari berbagai bahan pilihan yang memang membuat para pembacanya merasa terus "tertampar" setiap membaca halaman demi halamannya. (Ya gatau ya, saya sih ngerasa begitu hehe).

Apa yang disampaikan melalui buku ini begitu cocok dibaca oleh siapapun, terutama bagi yang sedang dalam masa penyadaran diri. Itulah kondisi saya pribadi saat awal membaca buku ini. Saya merasa ini saatnya benar2 memegang kendali terhadap diri saya sendiri. Tidak mudah, tapi insyaallah saya akan sangat senang untuk menjalani prosesnya.

Buku ini menggambarkan perbedaan nyata dari karakter seorang passenger dengan driver. Ternyata banyak orang yang ngga sadar kalau sebenernya masih hidup dengan mental passenger, tak terkecuali orang-orang yang sudah berpendidikan tinggi bahkan sudah punya jabatan.

Menariknya, sejak awal justru dibahas mengenai sistem pendidikan yang ada di indonesia ini, khususnya lulusan lulusan universitas. Ngga main main, dibuat dari persepektif seorang calon rektor yang akan "meramu" sebuah sistem pendidikan. Kalo boleh meminjam istilah bang aad mah, jadi melihat dengan helicopter view nya.

Tadinya saya mau rajin posting rutin resumenya, tapi saking bergizinya buku ini, saya bener bener harus perlahan melahapnya untuk bisa mengambil saripatinya. Membaca adalah sarana, yang terpenting adalah bahwa dengan membaca, kita secara sadar melakukan perubahan atau perbaikan kita menjadi lebih baik.

Karena saat ini lagi baca bab 8 tentang play to win, saya bocorin sedikit ya, meurut saya : buku ini bukan menampar orang-orang pada titik ekstrim, justru buku ini "menampar" orang orang pertengahan yang terkadang hidup sekedarnya, istilah pak rhenald : play not to lose. Yang tidak terganggu dengan gejolak sedihnya kekalahan, tapi juga tidak berjuang sepenuhnya mencapai kemenangan tertinggi, terlalu aman.

Kalau dipikir pikir, Allah juga nyuruh kita minta surga terbaik (ekstrim kanan), dan menjauhkan diri dari neraka (ekstrim kiri), kan? Ngga nyuruh kita untuk jadi biasa biasa aja?

Semoga proses absorpsi isi buku ini membuahkan hasil terbaik ya!
Selamat membaca, share pengalaman baca mu ya! :D

De Marrakesh, 11 Desember 2014