Saturday, April 9, 2022

Mengendalikan Hawa Nafsu di Bulan Ramadhan

Bismillah..

Pagi ini sembari di dapur, aku mendengar kajian di MQFM mengenai cara mengenalkan puasa ramadan pada anak. Pengisi kajian adalah seorang dokter spesialis anak dari IDAI dan juga psikolog anak. 

Dari kajian tersebut secara singkat esensi nya adalah bahwa meskipun mengenalkan secara bertahap, orangtua perlu mengenalkannya secara komprehensif dari segala aspek. Puasa bukan sekedar melatih anak menahan lapar dan haus dahaga semata, melainkan juga memerhatikan aspek fisik, psikis, juga mental mereka.

Puasa bukan sekedar menyuruh anak menahan lapar dan haus saja, melainkan juga mengajak anak untuk bisa menjaga hawa nafsu dan menjaga bicara mereka. Jleb! Saat mendengar kalimat itu tiba-tiba aku jadi teringatkan, bahwa selama proses iday belajar puasa 5 hari ke belakang aku sangat berfokus pada hal yang bersifat "teknis" mengenai pembiasaan. Pembiasaan waktu sahur (dan waktu tidur), ajakan shalat, dan bagaimana mengisi waktu agar anak bisa berbuka di waktu yang diharapkan.

Saya lupa bahwa sounding dan mengingatkan anak untuk menjaga hawa nafsu juga merupakan salah satu esensi berpuasa. Frase yang terasa 'klise' tapi tetap perlu di tanamkan kepada anak. Bukan fokus besar di awal ramadan ini, mungkin karena secara emosional kami bertiga cukup bisa 'menjaga hawa nafsu' masing-masing selama ini. Qadarullah mungkin karena sedang suasana karantina covid juga di rumah, jadi saling menjaga.

Menjaga hawa nafsu saat tidak terjadi apa-apa, tentunya relatif mudah. Namun yang jadi ujiannya adalah, ketika kita dihadapkan pada suatu kondisi yang tidak biasa, yang menuntut kita untuk bisa mengendalikan hawa nafsu kita.

Semoga kita semua Allah mudahkan dalam latihan mengendalikan hawa nafsu selama bulan Ramadan dan seterusnya. Baik dalam proses pendidikan diri, pendidikan keluarga, maupun pendidikan anak.

* * *

"Tujuan berpuasa adalah supaya bisa berakhlak sebagaimana sifat as-Shamad bagi Allah, juga agar manusia bisa mengikuti sifat-sifat malaikat, yaitu mengekang syahwat sebisa mungkin. Malaikat adalah makhluk yang terbebas dari syahwat. Level manusia sendiri berada di atas hewan karena dengan cahaya akal yang dimilikinya mampu menaklukkan syahwat. Akan tetapi di bawah level malaikat karena memiliki syahwat dan diuji untuk menaklukannya. Jika ia terbuai oleh syahwatnya, levelnya akan turun setara dengan hewan. Sebaliknya, jika mampu menghancurkan syahwatnya, makan levelnya akan naik setinggi-tingginya bersama golongan para malaikat. 
(Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, juz , hal. 236)

#PejuangRamadan #30dwcJilid36 #Day9

No comments:

Post a Comment