Friday, April 8, 2022

Batas Waktu


Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya
.” 
(QS. Al A’raf: 34).

* * * *

Air mata tiba-tiba tak henti meleleh dipipiku. Setelah kusadari bahwa kemungkinan besar akupun turut terinfeksi virus corona. Ya, tepat di pagi ini, gejalaku tak hanya radang tenggorokan dan batuk, tapi juga mulai muncul rasa sakit kepala yang cukup kuat dan demam yang hebat.

Lebay?
Jujur selama pandemi bertahun-tahun ini mungkin aku termasuk barisan orang yang paling santai dan tidak sehigienis kebanyakan orang. Biasa-biasa saja. Mungkin juga karena aktivitasku bekerja kebanyakan di rumah dan tidak begitu banyak bersinggungan dengan orang lain.

Aku bukan takut pada virusnya, aku hanya baru menyadari bahwa gejala yang sebelumnya kuanggap biasa itu, sangat berbeda rasanya saat dialami oleh diri sendiri. Belum lagi aku sedang berbadan dua yang membuat pergerakan badan tak selalu mudah, juga posisi kami yang sedang berada jauh dari kampung halaman.

Hari ini tibalah waktunya aku dan anakku yang melakukan swab test, bersepeda ke klinik dan menunggu lama di ruangan isolasi bersuhu lama, badan rasanya lemas sekali. Ingin sekali aku turun dari kursi besi dan melantai bergoler saja di bawah. Sendi-sendi kaki rasa lemas lunglai rasanya.

Ada tiga hal yang tiba-tiba muncul di kepalaku, sakura, Ramadan, dan batas waktu kehidupan. Semua berkaitan dengan dimensi waktu, yang bagi orang sepertiku seringnya tak benar-benar menyadarinya.

Sakura
Kalau ingat bahasanku sebelumnya, sakura ini hanya tumbuh dan bermekaran selama 2 pekan saja. Bila aku benar-benar dinyatakan positif covid, besar kemungkinan waktu isolasi bertambah. Itu artinya kecil kemungkinan kami bisa keluar rumah untuk melihat-lihat keindahan bunga sakura secara langsung, yang sudah kami tunggu-tunggu selama musim dingin lalu.

Remeh?
Ah wajar saja ya, manusiawi. Selama 30 tahun hidup pun aku tak pernah begitu terobsesi pada bunga sakura. Namun, ketika berada di Kanazawa dan bersabar selama musim dingin yang panjang, rasanya sah-sah saja menantikan cuaca yang lebih hangat bersahabat dan pemandangan yang lebih indah, bukan?

Ramadan
Kemudian aku berpikir tentang Ramadan ini, mungkin Allah ingin memberikan kami pengalaman yang sangat berharga. Perhari ini, akhirnya aku harus membatalkan shaumku karena batuk dan sakit kepala hebat. Aku diharuskan memperbanyak minum dan meminum obat. Sebagai ibu yang pernah hamil dan menyusui saat Ramadan, alhamdulillah selama ini belum pernah absen shaumnya. Tapi qadarullah, kali ini demi kebaikan semua, aku mengambil rukhsah untuk tidak berpuasa dulu. 

Akupun merasa, Allah ingin mengujiku, apakah aku masih mau menjalankan amalan-amalan harian selama ramadan dengan segala keterbatasan? Apakah aku hanya akan 'terlena' dengan gejala sakit yang ada dan memaklumkan diri untuk tidak tilawah karena radang tenggorokan? Ataukah justru ini jadi kesempatan terbaik untuk memperbanyak tilawah Al-Qur'an?

Batas Waktu Kehidupan
Hal terakhir yang kupikirkan adalah batas waktu kehidupan. Kalau selama ini sering mendengar orang berbicara "alumni covid", apakah keluarga kami termasuk golongan tersebut? Atau apakah justru kami termasuk orang-orang yang tak bisa survive? Sungguh aku bukan paranoid, atau pesimis. Dalam kondisi ini tentu apapun bisa terjadi. Upacara masuk sekolah SD anakku saja yang sudah direncakan jauh hari akan diikuti hari ini, qadarullah harus kami lewatkan. Ah, bukankah memang mudah bagi Allah menyusun skenario terbaiknya? Aku hanya teringat, betapa diri ini belum layak untuk dipanggil Allah cepat-cepat. Anggap saja aku ingin sesekali menjadi orang yang cerdas, yang banyak mengingat kematian dengan sebenar-benarnya dan berusaha memperbaiki persiapannya.

Sakura, Ramadan, dan kehidupan, tiga hal indah yang hanya muncul sekejap saja. Yang kedatangannya selalu dinanti, namun terkadang tak sadar disia-siakan.

Semoga kita semua selalu dalam kondisi iman, amal terbaik, dan Allah ridha pada apa-apa yang kita lakukan.

* * * *

Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,  “Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari. kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185).

Hajah Sofyamarwa
Kanazawa, 8 April 2022
03.19 JST

#PejuangRamadan #Day7 #30DwcJilid36

No comments:

Post a Comment