Kurma, kolak, dan gorengan biasanya tak jarang jadi takjil utama orang-orang Indonesia. Kurma untuk menjalankan sunnah Rasulullah, kolak jadi asupan yang manis-manis, dan gorengan sebagai pelengkapnya.
Bicara tentang kolak, beberapa waktu lalu akhirnya saya membuat kolak labu sendiri. Labu kuning hasil pemberian dari JICA saat kami karantina covid. Cara pembuatannya yang cukup mudah dan hasil akhir yang anti-gagal membuat proses masaknya terasa mudah. Kalau di Indonesia sedang tak ingin membuatnya, ada ribuan orang yang menjajakan dagangan kolaknya di pinggir jalan.
Namun dibalik kemudahan itu, sejatinya saya bukan tipe ibu-ibu yang rajin bebikinan takjil. Buat saya prinsipnya kalau ada dimakan, kalau tidak ada, makan yang ada. Hihi. Artinya ini masih prinsip ku saat masih "anak-anak", yang menerima apapun saat disuguhkan oleh orangtua. Padahal saat ini sudah jadi ibu-ibu ya, hihihi..
Saat masih kecil, begitu mudahnya aku menikmati apa-apa yang sudah tersaji di depan meja. Pulang dari aktivitas, tinggal menunggu waktu berbuka dan memakan makanan yang sudah disiapkan mama. Akhirnya setelah merasakan jadi "ibu", kita sadar sendiri, betapa banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan yang tujuannya untuk kemaslahatan seluruh anggota keluarga.
Dari takjil kolak itu saja, meskipun terasa sederhana bisa kita maknai sebagai hal yang berbeda. Bukan makanan sekedar makanan, melainkan dengan sajian cinta, do'a dan pengorbanan dari pembuatnya.
Bersyukur pada Allah, dan berterimakasihlah pada siapapun yang mempersiapkannya untukmu. Bila kini kamu ada di posisi "Ibu", maka berbahagialah, karena disanalah engkau menggarap ladang pahalamu. Dalam setiap doa, dzikir dan cinta untuk semua anggota keluargamu. 🥰
Salam sayang 💜
#Day24 #PejuangRamadan #30dwcjilid36
No comments:
Post a Comment