Wednesday, April 12, 2017

Rumah Belajar (ala-ala) Mamah Haidar

Rumah Belajar (ala-ala) Mamah Haidar

Takjub rasanya ketika Allah secara ‘spontan’ namun begitu lembut menuntunku pada apa yang telah kuniatkan. Padahal pemikiran itu belum lebih dari 2 minggu paska tugas pembuatan proyek sosial dari Program Matrikulasi IIP Batch 3.

PERPUSTAKAAN IMPIAN
Sudah sejak dulu cita-citaku ingin memiliki perpustakaan mini yang bisa diakses siapa saja termasuk anak-anak. Maka ketika uang sedang ditangan, rasanya ingin sekali memborong semua buku-buku yang ada di toko buku. Hehe. Setelah aku punya anak, baru kusadar ternyata selama ini aku seringnya membeli buku buat orang dewasa, bukan buku anak. Jadi koleksi buku haidar juga belum cukup banyak untuk dapat dijadikan koleksi perpustakaan anak. Tolong do’a kan saja ya semoga impiannya bisa terus diperjuangkan J
Diriku yang seperti ini, tak lepas dari pengaruh keluarga terdekat. Bapak, punya banyak koleksi buku-buku dan perpustakaan mini (meski saat kecil dulu rasanya tak banyak baca buku bapak), serta kakak perempuanku yang hobi juga beli buku dengan segala jenis buku-buku nya yang menarik (terimakasih ya). Dari situ aku berpikir, mudah-mudahan kesukaanku terhadap buku juga bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitarku. Adik-adik remaja masjid di dekat rumahku dulu juga sering aku sodorkan berbagai macam buku, kenapa? Karena semenarik-menariknya aku bercerita, tentu saja aku banyak kekurangan, banyak hal yang lebih menarik untuk dibaca sendiri oleh mereka, ya lewat membaca sendiri buku-buku itu.

Sekarang, dengan peranku sebagai warga baru yang juga sudah punya anak, aku berharap semoga apa-apa yang kupunya bisa dimanfaatkan pula oleh anak-anak di sekitar rumahku. It Takes a village to raise a child. Ya, anak-anak tetanggaku kan sangat mungkin menjadi teman anakku, maka memberikan lingkungan terbaik juga merupakan ikhtiarku untuk berbuat baik pada anakku.

RUMAH BELAJAR MAMAH HAIDAR
Hihi, jangan tertawa ya!
Sebetulnya aku dipanggil haidar dengan sebutan bunda, aku dan suami pun memang menyepakati untuk dipanggil Ayah-Bunda. Tapi secara alamiah, aku dipanggil mamah haidar sama anak-anak tetangga. Kadang juga mereka memanggil teh Fya, nama kecilku. Tak apalah, Rumah Belajar Mamah Haidar lebih ear-catching, bukan? Hehe.

Ini hasil perenunganku setelah tinggal sebagai warga masyarakat dan memiliki anak. Perpustakaan atau taman bacaan saja tidak cukup, aku berharap bisa mengadakan kegiatan-kegiatan menarik di rumahku. Rumahku sering dijadikan tempat bermain bagi beberapa anak tetangga. Mungkin karena mereka senang bermain dengan haidar. Pada awalnya mereka hanya sekedar main, membaca buku, menemani haidar. Namun di waktu yang sama, ketika aku mencetuskan rencana proyek RUMAH BELAJAR MAMAH HAIDAR, anak tetanggaku tiba-tiba bilang ingin belajar baca iqra padaku. Tak ada angin tak ada hujan, mereka sendiri yang minta karena merasa sudah cukup besar namun belum pernah lagi belajar iqra. Terharu :’)

Selama aku disini, aku seringnya sekedar bertegur sapa dengan tetangga, haha hihi yang seperlunya saja. Sebagai ibu yang punya anak balita manajemen waktuku masih belum baik, rasanya aku lebih banyak berkutat di rumah. Sampai aku berpikir, nanti kalau aku meninggal, tetanggaku akan bersikap seperti apa ya? Rasanya kok aku belum memberikan manfaat apa-apa selama disini.
Alhamdulillah kegiatan belajar iqra nya sudah berjalan selama sepekan di rumahku setiap sore. Sejauh ini sangat menyenangkan dan bikin aku jadi merasa harus belajar tahsin lagi. Coba cari-cari lagi buku materi tahsin, cari-cari video tahsin Ust Abu Rabbani, serta meminta suamiku mengoreksi bacaan qur’anku (bagian ini cukup dramatis mengingat gurunya adalah suami sendiri hihi).
Pada mukadimah kitab al-Mu’allimin karya Ibnu Sahnun, disebutkan bahwasanya al-Qadhi Isa bin Miskin membacakan Al-Quran kepada anak-anak dan cucu-cucunya, ‘Iyadh berkata “Setiap habis ashar, dia memanggil kedua putrinya dan putri saudaranya untuk mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan kepada mereka. Hal ini juga dilakukan oleh penakluk Shaqliyah, Asad Ibnul Furat kepada putrinya yang akhirnya memiliki pengetahuan sangat tinggi.
Disadur dari kitab Tarbiyyatul Aulad (2/167) yang kukutip dari buku Prophetic Parenting hal. 334.

Kapan seorang anak belajar Al-Qur’an?
Saat ini muridku baru 5 orang, usianya sekitar 4 SD (2 orang), 2 SD, 5 tahun, dan 4 tahun. Namun yang paling serius adalah yang sedang belajar iqra 1, yang sudah bisa mengaji al-qur’an baru sekedar menyimak temannya saja  dan yang lainnya meramaikan :D). Aku jadi berpikir, mulai usia berapa ya seorang anak harus diperkenalkan dengan iqra dan al-quran?

Ibrahim bin Sa’ad al-Jauhari mengatakan, “Aku melihat seorang anak berusia empat tahun dibawa menghadap al-Ma’mun. Dia hafal al-Qur’an dan pandai ilmu filsafat. Hanya saja kalau lapar, dia menangis.”

Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman al-Ashbahani mengatakan : Aku hafal Al-Qur’an pada usia lima tahun. Aku dibawa menghadap Abu Bakar Al-Muqri untuk memperdengarkan bacaanku. Saat itu aku masih berusia empat tahun. Sebagian yang hadir mengatakan, “Tidak usah didengar bacaannya. Dia masih terlalu kecil.” Ibnul Muqri berkata kepadaku, “Bacalah surat at-takwir!” Aku pun membacanya dengan baik. Kemudian orang yang lainnya mengatakan, “Bacalah surat al-Mursalat!” Aku pun membacanya tanpa salah sedikitpun. Ibnul Muqri berkata, “dengarkanlah bacaannya. Nanti biar aku yang bertanggungjawab.”

Abu Ashim mengatakan, “Aku membawa anakku menghadap ibnu Juraij. Anakku saat itu usianya belum mencapai tiga tahun. Dia belajar hadist dan al-qur’an.” Abu ‘Ashim mengatakan, “Tidak apa apa mengajari anak  seusianya hadits dan Al-Qur’an.”

Dikutip penulis dari Al-Kifayah fi Ilmi ar-Riwayah, karya al-Khathib al-Baghdadi, hal 116-117, cetakan ggmesir, dalam buku Prophetic Parenting hal 342.

Ternyata bahkan sebelum usia 3 tahun ya.. Proses lainnya coba kubahas dalam postingan lain ya!

* * *
Aku tahu mungkin hal yang kita lakukan kadang begitu terlihat sepele, tapi Aku yakin, kalau hal “sepele” itu tidak kita lakukan, bisa jadi akan ada yang  tak mendapat manfaat. Jangan berhenti beramal ketika merasa hal kita lakukan tidak keren, tidak besar, tidak hebat. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat?
Semoga tulisan ini ada manfaatnya ya, kalau kalian punya proyek apa di daerah tempat tinggal kalian? Share ya di kolom komentar ^^

Rabu, 11 April 2017
Hajah Sofyamarwa R.
#30DWC #30DWChajah #30DWCday1
#30DWCjilid5 #day1

928 Words

No comments:

Post a Comment