Tuesday, April 18, 2017

Anak Elang yang Bertahan Hidup

Setelah kemarin kita belajar dari hewan mematikan di lautan, sekarang mari kita naik sedikit dan mengudara. Mencoba mengepakkan sayap bersama seekor burung elang, siap ?

Ingatanku melayang pada masa ketika aku kuliah lapangan di sebuah taman nasional, waktu kuliah dulu. Kala itu, terbangnya burung elang di atas kepala kami adalah hal yang begitu dinantikan. Ya, di daerah yang masih liar, dimana salah satu hewan penguasa udara, bebas berlalu lalang. Jumlah nya yang sedikit, memang membuatnya tak mudah ditemui sembarangan. Bukan di perkotaan semacam tempat tinggalku saat ini.
    
"Itu! Itu ada elang! Pinjem binocular nya! Foto, foto! Gantian, dong! Waah, masyaallah bagus, ya.."

Terlihat dari ketinggian, sayap burung elang yang membentang lebar. Terbang memecah ruang dengan sangat anggun. Pada beberapa kesempatanpun, kami bisa melihat burung elang yang sudah bertengger di dalam sarang gagah. Ah, kini aku mengerti mengapa beberap temanku begitu menyukai kegiatan pengamatan burung. Ada keindahan yang memang ditawarkan.

Kalau kau pernah dengar istilah mata elang, itu karena memang mata elang begitu awas. Jarak pandangnya bisa sampai 1,5 km untuk memonitor mangsanya. Paruhnya yang  membengkok, dan kaki nya yang kuat mampu mencabik dan mencengkram hewan besar sekalipun.
Kali ini, mari kita lihat salah satu species elang yang banyak di bagian utara bumi ini, Elang Emas (Aquila chrysaetos). Tubuhnya besar dengan warna bulu cokelat tua menambah nuansa kegagahannya. Nama emasnya muncul dari warna bulu di kepala yang sedikit lebih terang dan berwarna emas.


Siapa yang sangka masa kecil sang elang  emas itu dibalut bulu putih yang terlihat ringkih. Hasil perkawinan ayah elang dan induk elang membuahkan sekiranya 4 buah telur untuk diperjuangkan. Tak menetas bersama, telur pertama yang lahir mendapat euforia sebagai anak tunggal, dengan curahan perhatian dan makanan untuknya seorang. Namun tak lama euforianya sedikit berkurang ketika sang adik kemudian menetas ke dunia.
Adik barunya kini mendapat perhatian lebih. Sang kakak harus bersedia berbagi sarang dengan adik barunya, termasuk berbagi makanan. Ada masa ketika induk elang pergi mencari makanan, muncullah kesempatan. Merasa eksistensinya terancam, sunatullah, proses kudeta dimulai. Si sulung tak segan mendorong-dorong adik hingga jatuh dari sarang yang tinggi. Kini segala perhatian, makanan, lapangnya sarang, semua tercurah padanya.

Fokus.
Kondisi fokusnya membuat pertumbuhan dan perkembangan kakak elang menjadi optimal.


"Kendati terlihat kejam, perilaku tersebut berguna untuk menjamin bahwa akan selalu ada anakan yang bisa bertahan hidup sampai besar dalam kondisi makanan langka & tidak cukup untuk membesarkan beberapa anakan sekaligus." --Rep. Eusosialis Tawon

* * *
Masyaallah, menarik ya ?
Maka elang-elang yang berhasil kita lihat itu, sudah memulai seleksi alamnya sejak kecil. Meskipun tak dikaruniai akal, namun sudah punya insting alamiah untuk mempertahankan eksistensi diri.

Semoga kita sebagai manusia bisa memaksimalkan potensi akal, fisik, dan jiwa untuk terus bisa berkarya dan berupaya menjadi yang terbaik dengan cara-cara yang terbaik dan mulia :)

Selasa, 18 April 2017
Hajah Sofyamarwa R.


* * *
Terimakasih atas inspirasi dari tayangan Rimba Pemburu hari senin (17 April 2017) lalu. Saya jadi ingat kawan-kawan seperjuangan di biologi ^^

* * *
Sumber kutipan :
http://www.re-tawon.com/2011/04/elang-emas-elang-raksasa-yang-disegani.html?m=1

Sumber Gambar :
Golden eagle feeding on red fox carcass
© Wild Wonders of Europe / Widstrand / naturepl.com
http://www.arkive.org/golden-eagle/aquila-chrysaetos/image-A19491.html

Golden eagle chick in nest
© Laurie Campbell / lauriecampbell.com
http://www.arkive.org/golden-eagle/aquila-chrysaetos/image-A15721.html

No comments:

Post a Comment