Thursday, June 15, 2017

Ritual Ruwatan Si Anak Berambut Gimbal di Dataran Tinggi Dieng

Kok rambut kamu ngga gimbal? Kan kamu anak Dieng!

Begitulah candaan kami, saya dan sepupu-sepupu, saat berkunjung ke kampung halaman orangtua kami di Wonosobo, Jawa Tengah. Lokasinya yang  cukup dekat dengan Dieng membuat kami cukup sering berwisata kesana, dan sudah menganggap Dieng adalah bagian dari kampung halaman kami.

Dataran tinggi Dieng secara administratif berada di wilayah Kota Banjaran, Jawa Tengah. Udaranya yang sejuk, serta pemandangan yang alami masih menjadi daya tarik tersendiri para wisatawan.

Dibalik keindahan alamnya itu, ada fenomena menarik tentang anak-anak yang rambutnya menempel seperti model rambut Bob Marley. Rambutnya gimbal/gembel, menempel satu sama lain dan tak bisa dihilangkan dengan sekedar keramas saja. Tak hanya secara fisik, biasanya hal tersebut dibarengi dengan sikap tertentu yang agak aneh bagi anak--anak. Dengan suatu ritual tertentu, rambut gimbal mereka baru bisa hilang. Keinginan mereka harus terpenuhi dulu, baru pemotongan rambut gimbal bisa berhasil dan sikap mereka pun kembali normal.

Menarik ya?

Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbal

Dalam tradisi Jawa Kuna, ruwat dikenal dengan konsep lukat dengan arti dihapuskan, dibatalkan, dilepaskan, dibersihkan, disucikan (Zoetmulder, 1982:611-612 dalam Febriari, 2014).

Ruwatan adalah ritual sakral dengan tujuan untuk membebaskan, membersihkan seseorang dari sesuatu yang dipandang tidak baik atau buruk serta jahat. Dalam ruwatan juga ada harapan, keinginan, agar orang terhindar dari malapetaka yang akan menimpa kepada mereka apalagi ada kepercayaan dan keyakinan bahwa diri seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti rambut gembel akan riskan dengan malapetaka tersebut, untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan adanya ritual ruwatan. (Febriari, 2014)

Khusus tanggal 1 Sura saja ritual ruwatan pemotongan rambut gimbal dilaksanakan. Didampingi kedua orangtuanya, anak-anak itu mengenakan pakaian khusus seperti beskap untuk laki-laki, dan kebaya untuk perempuan. Menariknya, ritual ini melibatkan seluruh masyarakat di Pegunungan Dieng Banjarnegara. Mereka semua bersama-sama membentuk kepanitiaan dan berembug untuk membagi-bagi tugasnya.

Ritual ruwatan diawali dengan doa memohon perlindungan Allah, sungkeman pada orangtua, siraman, memotong rambut gimbal, pemberian permintaan sesuai keinginan anak gimbal yang sedang diruwat, dan diakhiri dengan makan bersama serta memperebutkan sesaji oleh masyarakat dan peserta ritual.

Begitu menakjubkan kebudayaan yang muncul dari hasil berpikir manusia. Terkadang manusia modern menganggap hal tersebut sekedar peninggalan kuno dari leluhur yang mengandung hal tak masuk akal atau tak sesuai dengan perkembangan jaman modern saat ini. Memang secara kasat mata, ritual yang dilakukan terkesan kuno, namun ternyata mereka memiliki alasan alasan kuat mengapa mereka melakukan ini atau melakukan itu. Ada esensi mendalam yang ternyata berkaitan dengan kebertuhanan dan penjagaan alam sebagai salah satu tugas manusia di muka bumi.

Di samping itu, kita tetap perlu menempatkan budaya sesuai porsinya, tanpa perlu mengganggu prinsip keimanan masing-masing.

Mari belajar dan menggali esensi dari menariknya budaya-budaya di Indonesia!

Kamis, 15 Juni 2017
Hajah Sofyamarwa R.

Pustaka :
Febrari. 2014. Budaya Ritual Ruwatan Bagi Masyarakat Dieng. http://febryarifan.blogspot.co.id/2015/02/budaya-ritual-ruwatan-bagi-masyarakat.html?m=1

#30dwc #30dwchajah #30dwcjilid6 #day29

No comments:

Post a Comment