Seiring berjalannya waktu, kita mungkin mengalami penambahan ilmu pengetahuan. Tambahan ilmu itu, bisa jadi memperkuat landasan kita / hujjah kita dalam beramal, atau memperbaiki yang salah dari amalan kita sebelumnya.
Hamparan ilmu yang ada di muka bumi ini, sudah tentu tidak kita pahami semua. Satu hal mesti kita pahami (dari yang saya tahu), adalah, setiap amalan harus ada dalilnya, ada hujjah nya. Dalilnya pun harus yang benar, dan dengan cara memahami yang benar.
Saya akan membahasnya dari kasus yang saya alami, kebanyakan perkara ibadah. Ini pengalaman pribadi, yang menunjukkan betapa menerima suatu ilmu baru itu tidak serta-merta begitu saja. Ada pergolakan batin yang perlu dituntaskan.
1. Shalat Saat Bepergian (Safar)
Sebelum menikah:
- saya tahu allah kasih kita rukhsah dalam perjalanan, dan Allah seneng kalo kita ngambil rukhsah, tapi bingung aplikasiinnya.
- saya tahu bahwa shalat bisa di jamak dan di qashar.
- saya tau nya safar itu ada minimal jarak, dalam kota mah bukan safar.
- saya hanya menjamak qashar kalau bepergian jauh saat mudik/keluar kota (misal bandung-garut, bandung-wonosobo-jogja).
- saya merasa "kopet" pisan kalau bepergian dalam kota shalatnya harus di jamak/qashar. Saya merasa masjid banyak, dan ada ketenangan tersendiri kalau bisa menyimpang ke masjid saat dalam perjalanan (misal sedang naik motor, atau lagi jalan kaki)
Setelah menikah:
- ternyata hujjah yang benar adalah bahwa ketika kita meniatkan bepergian, itu safar, maka boleh jamak qashar
- jamak qashar itu rukhsah yang allah kasih dan allah seneng kalo kita lakuin, maka ya lakukanlah.
- masih suka ada rasa waswas ketika akhirnya mengambil rukhsah shalat yang di jamak qashar : masih merasa "ko kopet amat, malas amat solat normal sempurna pas adzan", dan "belum yakin bener kalo allah bener2 seneng ketika kita ngelakuin itu."
- dapat cerita dari bang aad, katanya beliau juga termasuk rukhsah hunter, karena beliau sering mobile, maka memang sering jamak qashar.
- akhirnya sekarang saya jamak qashar kalau saat mau pergi terbayang agenda akan padat di luar, dan sulit kalau harus nyimpang-nyimpang.
2. I'tikaf 10 hari ramadhan
Sebelum menikah :
- Saya tahunya itikaf itu ngga mesti full 10 hari, selang seling di malam ganjil aja juga boleh. Suka itikaf di masjid deket rumah, ke salman, biofarma annur, pusdai, habib, atau mesjid lain.
Setelah menikah :
- baru ngeh itikaf itu termasuk ibadah, dan ibadah itu punya aturannya. Ngga boleh ditambah atau dikurang2.
-itikaf rasulullah itu 10 hari full di masjid, jadi kalau cuma sehari dua hari, itungannya bukan itikaf, tapi mabit atau belajar itikaf.
- tapi jadinya saya ngga itikaf sama sekali, gimana hayo? Sekarang bocil baru 1, nanti kalau 2, 3,4 dst, gmn, ngga itikaf terus ?
3. Hafal quran itu, perlu ga sih?
Sebelum nikah :
- Saya tahu itu perlu, punya niatan kesana, meskipun keyakinan dan aksinya belum kuat.
- saya juga mau kalau anak saya kelak jadi penghafal quran, sembari saya juga.
Setelah menikah :
- sampai detik ini saya tetap berharap anak saya bisa jadi penghafal quran yang keinginannya tumbuh dari diri sendiri
- pasangan merasa itu bukan prioritas utama, jadi tidak di programkan.
Sampai sini dulu ya, nanti kalau ada lagi aku share
Semoga allah membimbing kita selalu.
Wassalamu'alaikum wrwb.
Hajah Sofyamarwa R.
Sabtu 17 Juni 2017
No comments:
Post a Comment