Monday, June 18, 2012

Which One, Ibu Suri atau Ibu Peri?

Mungkin istilahnya, saya sedang dilanda dilemma. Kenyataan bahwa saya harus menjadi orang yang membina dan mengusahakan cara-cara yang tentunya bertujuan untuk dapat bersama-sama menjadi lebih baik.

Semakin lama saya semakin menyadari bahwa hidayah itu datangnya hanya dari Allah, sekeras apapun usaha kita mengubah seseorang menjadi lebih baik, tanpa ridha-Nya, bisa apa kita. Dan bilapun seseorang tersebut memang menjadi baik, buang sikap sombongmu, sekali lagi itu bukan karenamu.

Dalam membentuk suatu karakter, diperlukan manusia-manusia berkarakter kuat. Manusia-manusia yang yakin akan apa yang mereka bawa, dan optimis bahwa bersama mereka ada Allah yang senantiasa menolong. Mereka yang tidak mengharapkan apapun, selain ridha Allah.

Saya yakin tidak ada orang yang tidak mau punya karakter yang kuat, yang kokoh. Namun adakalanya ada saja orang yang mau-tidak-mau harus berada dalam posisi membina. Yang menjadi dilemma adalah bagaimana seharusnya dia memposisikan diri, dan bagaimana dia seharusnya bersikap.

Mungkin lebih nyaman menjadi seorang sosok yang "baik hati", seperti Ibu peri dalam kisah-kisah dongeng. Ibu peri baik hati ini menjadi idola binaannya. Tapi ibu peri dalam versi saya ini terlalu pleghmatis, mengikuti arus, mengikuti kemanapun binannya membawa. ibu peri ini ingin sekali dapat diterima dengan baik, karena memang unsur kedekatan lah yang dia sukai. Namun ia tercelup, bukan mencelup. Bahkan sampai "lupa" misi utamanya.  Terus berbincang kesana-kemari, tanpa kemudian punya kuasa lebih untuk mengarahkan.

Atau dengan menjadi sosok yang "jahat" mungkin lebih mudah? Seperti Ibu suri atau ibu tiri dalam kisah-kisah terdahulu. Kejam. Diktator. Toleransi rendah. Dengan begitu lebih mudah bukan mencapai tujuan? Setidaknya kali ini, tipe ini akan mencelup, bukan tercelup. Sebuah konsekuensi lain adalah, tipe ini tidak akan diterima dengan baik, barangkali hidupnya akan sengsara dibenci berbagai jenis orang. Ibu suri versi saya ini, sebenarnya punya maksud baik, tapi terpaksa untuk menjadi terlihat jahat.

Dua contoh diatas memang ekstrim, dan segala yang berlebihan memang tidak baik. Bagaimana menyusun keduanya menjadi paduan yang baik, merupakan suatu kemampuan yang patut disyukuri.

Namun dalam urusan akhirat di dunia yang singkat ini, saya lebih memilih jadi ibu suri  tapi membawa mereka ke surga, daripada menjadi ibu peri yang tak sadar malah membawa mereka menjauh dari surga.

Wallahu 'alam
image source: http://osmd.wordpress.com/2012/03/06/dilema/
 
* * * * * * * * * * * * *
Lintasan pikiran seusai isya tadi.
Ya Allah, kuatkan.


Di hari kelimabelas KP
Cikole, 18 Juni 2012

No comments:

Post a Comment