1 September 2014
Serangan Negara Api dan
Kerja Rodi
Akang tahu, belakangan ini rumah kami habis diserang “Pasukan Negara
Api” yang membuat kami harus membereskan seluruh jengkal demi jengkal yang ada
di rumah. Dari mulai perbaiki plavon, menambal yang bocor, mengecat genteng,
mengecat seluruh dinding rumah. Tak perlu kaget karena kini rumah kami dominan
berwarna pink! Ya, pink kang! Sebagai penyuka warna pink, aku GR (hihi, karena
yang lamaran fya, jadi cat nya warna pink heu). Tapi toh katanya rencana cat ulang
ini sudah dari lama, jadi bukan karena ada keluarga akang yang mau datang ke
rumah. Hihi, tak tahu juga, yang penting insyallah membuat yang hadir lebih
nyaman.
7 September 2014
Dan maksud baik itupun
disampaikan.
Ini sudah 2 bulan 3 pekan sejak kali pertama kau mengutarakan maksud
baikmu. Alhamdulillah, akhirnya kita dapat melaksanakan langkah selanjutnya,
khitbah formal yang mempertemukan dua keluarga besar. Allahu Akbar!
Aku bingung harus pakai baju apa. Kebaya rapi terencana seperti yang
terlihat di berbagai blog? Ah tidak, aku tak menyiapkan ini. Agak konslet
mungkin otakku yang ingin tampil sederhana saja. Akang tahu, untuk ini pun
akhirnya aku menurut untuk pakai baju saran kakak (si mbov). Adik (ifa) dan kakak perempuanku
yang menambahkan kesemarakkan make-up pada wajahku, di tambah dua keponakan
yang tak hentinya bilang “ciyee, tante fya mau dilamarr!!”. -_-“
Bagiku hari ini bukan hari biasa, dan tiada maksud membuatnya menjadi
terlalu biasa. Sehari-hariku juga bukan tak pernah sepiawai adikku bermake-up. Hanya
saja, aku tak ingin terlalu sering menampilkan wajah make-up ku, dibanding
wajah asliku, kepadamu. Toh nantinya kau kan harus bersabar dengan wajahku yang
itu-itu saja kan setiap harinya? Kalaupun
harus berias cantik, pasti ada lah masanya, kalau sudah halal ya?
Kau dan keluargamu datang tepat waktu, ya begitulah perbedaan kau dan
aku. Hehe
Kupinta kau jalan perlahan saja agar tak perlu sampai pada waktunya. Ya,
kami masih mempersiapkan banyak hal! hehe. Perdebatan waktu menggoreng ayam, kue yang
belum dibeli, dan terutama bertabuhnya genderang di jantungku. AAAAAAAAA! Hehe
Tak hentinya seluruh anggota badanku bergerak, aku hanya bingung harus
melakukan apa. Mereka bilang : “Udah,
tenang aja, ngga usah keluar dulu.” Kalau kau mau tahu, untuk hal ini saja
aku harus menanyakannya pada sahabatku. Kupasang kedua daun telingaku, serta
sebuah alat perekam untuk mengabadikan apa yang terjadi, hanya dari balik
gorden di kamar sebelah.
Akang tahu, aku bingung setengah mati harus menjawab apa! Aku bahkan
lupa menyiapkan jawabanku. Entah keywords apa yang kucari dari mbah google. Ya, aku bingung nanti harus menjawab apa! Aku hanya bisa bilang :
“Bismillah, insyaallah iya.”
Tak berani mataku menatap akang. Aku hanya ingat kaus kaki hitam yang
kau pakai dan jambul pada rambutmu yang sekilas saja kuperhatikan.
Bersyukur sekali bahwa banyak sanak saudara yang turut datang
membantu. Apalah jadinya kami tanpa mereka. Ungkapan terimakasih yang tak
hingga juga tentu harus terhaturkan pada keluarga yang mendukung dengan segala
caranya, yang berucap dalam doa yang sampai tak tidur untuk terus membuat rumah
ini lebih terasa seperti rumah yang nyaman.
|
Suasana "Lamaran" Keluarga Besar (captured by my lil sister, burem yak hihi) |
|
utfit lamaranku yang nge-rental dari si bov (kakak) -_- hehe (captured by : my lil sister) |
9 September 2014
Cincin yang sudah
bermerek.
Sudah lewat 2 hari, aku cukup tersanjung mengetahui akhirnya kau juga
sudah mengenakan cincin. Maaf karena kau harus membelinya sendiri, serta
memakainya sendiri.
Kupandangi setiap detail cincin yang ada di jari manisku, dan tebaklah
apa yang baru saja kulihat!
Namamu sudah terukir disana!
Hehe, maaf ya baru sadar :’)
Rabu, 24 September 2014
Penentuan Tanggal
Pernikahan
Kang, sejujurnya fya
ngga terlalu tahu persis bagaimana cara menentukan tanggal pernikahan. Setelah
lamaran, kedua keluarga kita memang belum membicarakan tanggal. Lalu siapa yang
harus memutuskan? Harusnya pas lamaran kemarin ya, pas seluruh keluarga kumpul,
jadi bisa dipastikan tanggal terbaik yang seluruh keluarga bisa hadir. Tapi kan
waktu itu belum dirumuskan.. ckckck hadeuuh T_T
* * * * |
sedikit 'bonus' lintasan pikiran mengenai lamaran, saat itu.
Tentang Lamaran
Sungguh, ingin kunasehatkan padamu
untuk mengalami berbagai pengalaman
dengan penuh kesadaran. I’m totally blank about it. Hehe
Saya sempat bingung antara khitbah,
pinangan, lamaran. Apa bedanya? Ketika seorang laki-laki sudah menyampaikan
maksud untuk serius menikahi kita, sebetulnya sudah jatuh khitbah. Ketika
seorang laki-laki datang ke rumah, bertemu dan menyampaikan maksud kepada orang
tua kita, itu juga sudah khitbah. Dalam islam, laki-laki tak perlu bersama
walinya untuk meminang seorang perempuan. Hanya entah kenapa di Indonesia ini,
ada semacam formalitas, yang kita sebut Lamaran.
Dulu sekali waktu pernikahan belum
saya pahami, saya pernah ikut lamaran saudara sepupu. Kami datang sebagai
keluarga pihak laki-laki, mengiringi untuk melamar seorang perempuan. Tahu kah
apa yang ada di benak saya saat itu?
“Ngelamar kaya gini teh harus janjian
dulu atau boleh surprise ujug ujug sih?
Bukannya kalau pakai janjian dulu mah
udah bakal pasti diterima? Terus kenapa pakai basa-basi ‘sok sok nanyain
pinangannya diterima ato enggak?’? Terus perempuannya dandan cantik pake baju
bagus, rumah dirapiin, makanan disediain.”
*minta dilempar sepatu banget ga tuh?
Dasar ya, masih pikiran bocah banget..
Secara islam memang tak perlu seperti
itu, karena Allah memang begitu memudahkan umatnya. Islam itu memudahkan kok. Lantas
apa harus ‘berpesta’ dengan sebuah prosesi lamaran? Pakai tenda di depan rumah ,
sedia makanan melimpah, mengundang seluruh keluarga, kerabat dan tetangga? (saya
enggak gitu sih hehe) Kalau milyuner sih ngga usah pusing-pusing ya, da uangnya pabalatak hihi. Yang harus dipertimbangkan adalah, setelah ini akan
ada fase-fase lainnya yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Yang terdekat
ya walimah, namun yang terpenting adalah kehidupan paska walimah, alias real life sebagai keluarga muda yang
belum banyak punya apa-apa hehe.
Hanya sekarang saya coba memahami
bahwa hal-hal semacam itu punya maksud baik. Sebelum lamaran (formalitas
itu), tentu sudah ada pembicaraan sebelumnya, dan secara implisit maupun
eksplisit, pasti lamaran diterima. Segala persiapan itu semacam warming up bagi kedua keluarga untuk
menuju tahap selanjutnya. Bukan maksud memamerkan atau sekedar publikasi awal,
tapi dari silaturahim itu akan muncul nasihat-nasihat, dan seluruh keluarga besar
akan mulai memposisikan diri kita sebagai keluarga muda. Sekali lagi ingat, Karena
pernikahan bukan hanya tentang dua orang saja, tapi seluruh keluarga besar.
Hakikatnya memang hanya akan berdua menjalani hidup, tapi seiring berjalannya
waktu, peran sanak saudara pasti akan terasa juga.
Soalnya saya sempat ngga paham,
sempat hanya memikirkan bahwa cukuplah keluarga inti saja yang menghadiri
lamaran. Gonjreng~ (dasar boloho -_-).
Inti lamaran justru sebagai salah satu sarana untuk saling bersilaturahim kedua
keluarga, jah! hehe
Jadi tak perlu ‘kesal’ dengan proses
lamaran yang terkesan ribet ya? Insyaallah kalau kita bisa mengambil hikmah,
manfaat dan pelajarannya, kita akan sangat bersyukur.
Betul? Ada masukan lain?
***** Tulisan ini semacam diary pranikah, dibuat beberapa saat setelah kejadian berlangsung :) *****
previous post
2.
Pertanyaan Yang Mengawali Segalanya (Juni 2014).
3.
Gonjang-Ganjing Masa Penantian, Sebelum Pinangan (Juli-Agustus 2014)
next post
5. PIkiran-pikiran yang Belum Terselesaikan (Okt-November 2014)