Friday, March 20, 2015

Pujian (1) : Antara Pujian dan Koreksi

Saya jadi tertarik menulis ini karena 3 hal. Pertama, saya hanya ingin merefleksikan bagaimana masa lalu "mendidik" saya terkait pujian. Kedua, saya dihadapkan pada sebuah kondisi dimana saya harus terbiasa disanjung, sedangkan saya tak terbiasa dan bingung menyikapinya (hehe._.) Dan ketiga, saya harus mengerti bagaimana sebuah pujian akan berdampak baik, kaitannya dengan membangun sebuah keluarga.
Maka dari itu, rencananya hal ini akan saya bagi menjadi 3 bagian. (Btw, Manusia hanya bisa berencana hehe)

Saya dibesarkan pada lingkungan yang tak membudayakan pujian atau sanjungan. Apa apa yang sudah baik, yasudah, tapi bila ada sebuah kesalahan, sebutkan. Katanya, seperti itu agar kita tak mudah cepat puas atau sombong, juga supaya kita bisa perbaiki kesalahan kita. Namun, betulkah harus seperti itu ?

Mungkin sindromnya terjadi tak hanya pada lingkungan saya. Saya yakin, begitu banyak orang yang memiliki cara pandang semacam itu. Saya yakin dampak pada setiap individu akan bervariasi, tergantung bagaimana komposisi antara pujian dan koreksi, juga tergantung bagaimana individu tersebut memaknainya.

Sebelum lebih jauh, saya penasaran apa kata KBBI tentang puji, sanjungan dan koreksi

pu·ji n (pernyataan) rasa pengakuan dan penghargaan yg tulus akan kebaikan (keunggulan) sesuatu

san·jung v, me·nyan·jung v melontarkan kata-kata pujian untuk membangkitkan rasa senang; mempersenangkan hati

mengoreksi /me·ngo·rek·si/ v 1 membetulkan (memperbaiki) kesalahan.

****
Karena saya jarang dipuji (atau karena emang ga ada hal yang bisa dipuji? Hehe), saya begitu terbiasa melakukan segala hal dengan biasa biasa saja. Tidak pada semua hal sih. Saya melakukan segala hal sebagaimana yang saya inginkan saja. Kalau maunya segitu, ya segitu, titik. Hehe

Saya pernah baca, kalau untuk anak anak, pujian sangat bagus untuk memotivasi. Puji pada hal spesifik yang memang anak itu baik disitu, fokus pada hal baiknya. Bila konsisten, Dampaknya akan bagus untuk masa depannya, motivasinya untuk menjadi yang terbaik akan besar. Dan memang terbukti, sudah saya coba pada beberapa anak yang saya temui.

Anak yang terlalu sering dikoreksi malah akan takut dalam melangkah. Padahal, masa-masa itu adalah masa yang penting untuk bereksplorasi.

Btw, alhamdulillah, sejauh ini saya ngga terlalu takut pada banyak hal. Yang kurang mungkin, motivasi saya untuk jadi numero uno hehe. Saya ngga mengutuki diri ko, toh selama ini emang menganggap blm perlu perlu amat kaya gitu. Hehe. Saya sendiri memahami kenapa saya seperti itu. Tapi tenang, mungkin nanti akan ada masa nya saya semakin baik, ya! Kan kita semua hidup sambil terus belajar ya? Doakan! :D

Februari 2015

No comments:

Post a Comment