Bismillahirrahmaanirrahiim..
Ahad, 15 April 2012
Dhuhur itu, tidak
seperti biasanya, saya membantu mbak Rini dan bu Idar (karyawan salman-red)
merapatkan shaf shalat. Hal itu jarang saya bisa lakukan (padahal harusnya anak
asrama bisa), karena aktivitas semacam ini tidak mudah bagi saya. Walaupun
pernah tahu bahwa shaf shalat harus rapat, saya masih segan untuk mengingatkan
orang yang akan shalat. Pasti saat itu saya hanya dapat melakukannya dengan
isyarat tangan dengan suara yang lebih kecil. Berusaha tidak menyinggung
siapapun terutama jama'ah yang sudah lebih tua.
Shalat berjamaah
akan dimulai, saya pun bergegas mencari tempat untuk saya shalat. Ternyata di
shaf yang mau saya tempati, sudah penuh. Saya harus bikin shaf baru di depan. Grasak grusuk, saya dan beberapa jamaah
lainnya membuat shaf baru sambil memakai mukena. Karena saat itu saya udah
siap, saya langsung takbiratul ikhram dan mulai shalat mendahului yang lain.
Ibu-ibu di sebelah
saya menyusul, namun menyisakan satu lubang
kosong di shaf kami. Saat mulai shalat, beliau
agak kurang merapat, sehingga antara saya dan ibu tersebut ada jarak yang cukup
besar, yang bila saya coba bergeser, hanya akan memindahkan lubangnya ke sisi
lainnya. Saat itu kami lagi shalat, dalam posisi yang tidak bisa berbuat
apa-apa.
Padahal tadi di awal
saya yang menyuruh jamaah untuk merapatkan shaf, tapi ternyata shaf saya yang
berlubang, persis di sebelah saya!
Semoga shalat saya
tetap diterima, karena saya memikirkan hal ini ketika shalat. Separuh berharap
ibu tersebut akan bergeser atau akan ada
orang lain yang mengisinya. Tapi sekali lagi, saat
itu saya dalam kondisi shalat dan tidak tahu harus berbuat apa.
Mungkin ilustrasinya
begini:
"Help.
Ayolah ada yang datang dan ngisi shaf ini. Ayo pahami
bahwa kami ingin shaf yang rapat.."
Oh ya kalo bisa
telepati itu mungkin. Tapi toh saya kan ngga
bisa.
Sampe beberapa
rakaat, beberapa orang yang mau shalat, ngga mengambil tempat di sebelah saya.
T_T
Terus saya jadi
mulai mikir bahwa itulah salah satu alasan mengapa seharusnya setiap muslim
memahami dan menjalankan agamanya, (kalau dalam hal ini keutamaan dari shaf
yang rapat).
Bahwa dalam filosofi
shalat berjamaah yang saya rasakan, pada dasarnya makmum harus 'kompak' saling
memahami. Kalau hanya beberapa saja yang paham, jadi seperti istilah bertepuk
sebelah tangan. Dan ini berlaku tidak hanya di waktu shalat, tapi kapanpun.
Bahwa semua muslim
memang harus paham dirinya sebagai muslim yang akan melengkapi yang lainnya
seperti sebuah bangunan yang kokoh.
Bahwa seorang
penyampai (dalam kasus ini saya yang meminta orang untuk merapatkan shafnya),
memang hanya bisa menyampaikan, karena yang mengatur semuanya juga Allah.
Yang rapat ya shafnya!
Foot to Foot, Shoulder to Shoulder! :D
Foot to Foot, Shoulder to Shoulder! :D
"Barang siapa menutup shaf, niscaya Allah akan
mengangkat derajatnya satu kali dan akan membangunkan sebuah istana untuknya di
Surga." (HR. Nasa'i & Huzaimah)
PS: Salah saya juga karena mulai shalat duluan, tanpa bersama-sama mengondisikan kerapihan dengan jamaah di sebelah saya. Alhamdulillah pada akhirnya
ada juga yang mengisi tempat di sebelah saya, saat itu juga saya langsung lega.
Setelah shalat beres
saya baru sadar ternyata dia temen satu asrama saya, Ami! Hehe Makasi ya! :)
Kamis, 19 April 2012
00:54
image source: internet (punten web nya tidak tercatat)
No comments:
Post a Comment