Sebelum menikah saya begitu menyukai anak-anak (jadi sekarang engga, gitu? Hehe), maksudnya saya senang sekali berinteraksi dengan anak anak. Biasa ngegodain bocil-bocil waktu kegiatan sanlat RW, merhatiin aneh-anehnya ponakan2 (bukan ngurus hehe), apalagi setelah berkesempatan menjadi guru privat anak anak, dan jadi guru di sebuah sekolah dasar, saya semakin merasa bahwa disanalah diri saya, dunia anak anak, dunia pendidikan, dunia parenting, dll. Saya getol sekali loncat sana sini ikut seminar yang bahasannya anak anak. Bahkan yang pesertanya ibu ibu semua sekalipun saya tidak peduli, karena saya mau dan butuh ilmunya. Mungkin itu juga salah satu pendorong yg memantapkan saya untuk segera menikah. Hehe
Selain itu, sebagai seseorang yang juga seorang anak, saya suka penasaran tentang pola asuh yang saya dapatkan dan mempengaruhi kehidupan saya. Saya berpikir bahwa saya harus BUANYAK BELAJAR BUANGET buat bekel menjadi orangtua nanti.
Saat menjadi guru dan harus berpikir keras untuk di kelas, main bareng sama anak anak, jadi fasilitator nya sejak pukul 7 hingga 2 siang dari senin sampai jumat, saya pikir saya cukup sabar dan membayangkan serunya punya anak sendiri nantinya.
Karena semenjak menikah tinggal bersama mertua, saya jadi merasakan bagaimana hidup 24 jam dengan bocah laki laki. Sebelum ini saya baru mengalami tinggal dengan anak-anak perempuan (keponakan), tapi ya itu pasti beda.
Apa yang saya pikirkan setelah itu?
Saya berpikir apakah saya nanti siap untuk terus membersamai anak sendiri selama 24 jam setiap harinya? Mengurus segala keperluannya? Apakah saya cukup sabar seperti yang dulu pernah saya pikirkan? Karena ada kalanya saya tak cukup sabar dengan tingkah lakunya. Itu tadi, karena terus bersama, bukan yang hanya sebentar sebentar. Apakah 24 jam setiap harinya berkualitas semua?
Kini anak saya laki-laki, masih 47 hari usianya. Entahlah akan jadi ibu macam apa saya nanti. Apakah sama seperti yang dulu pernah dibayangkan, atau justru jadi jenis orangtua yang dulu pernah saya kritisi karena saya tak setuju dengan perlakuannya ke anaknya?
Contohnya saya tak suka dengan orangtua yang membentak anaknya, atau berbicara negatif pada anaknya, tapi apakah saya bisa jamin nanti saya tidak begitu? Karena pasti akan ada masanya kesabaran kita diuji, mungkin setiap harinya.
Bismillah, solusinya adalah bukan mempertanyakan atau terus menerus khawatir. Istirahat sejenak, rumuskan kembali harapan harapan, tanam benih komitmen, rawat. Sedikit kelalaian paati terjadi, maafkan. Masa depan tak ada yang tahu, hanya bisa berencana yang terbaik dan berharap semoga allah terus membimbing kita menjadi orangtua yang shalih untuk anak anak kita yang shalih.. aamiinn..
#renungan #ibubaru #haidar47hari
Tth.. so do i. Kdg suka berpikir gitu juga huhuhu..
ReplyDelete