Menjalani proses ini, membuatku berpikir akan banyak hal, membuat mata, hati dan telingaku semakin terbuka pada apa-apa yang terjadi di sekitarku. Kenyataan bahwa di usia ku yang 22 tahun jelang 23 ini, aku baru bertekad untuk mulai menjadi manusia yang sadar dengan prosesnya. Tak mengapa. Maka harap dimaklumi kalo banyak keluar bahasa-bahasa jiwa yang hanya Allah dan diri sendiri yang tahu *saking abstraknya diksi gueh maksudnya hehe*
* * * * *
Aku mulai sadar, titik fokusku sangat berkisar pada apa-apa yang terjadi di internal. Kesadaranku ini muncul diawali dari ketertarikanku yang sangat dalam mengurusi manusia. Aku selalu peduli pada bagaimana setiap orang dalam satu tim/kelompok, saling merasa. Misal kalau dalam sebuah organisasi akan mengadakan sebuah acara tapi relasi manusianya kurang baik, saya lebih memprioritaskan mengurusi hubungan-hubungan antar anggota, bukan hanya keberlangsungan acara.
Apalah arti berlangsungnya sebuah acara, tapi komponen manusia yang seharusnya terlibat malah tidak terlibat? Apalah arti nya bila malah tak saling peduli atau bahkan harus ada yang menahan sakit?
Dari interaksi itu kita belajar, dari sana kita mendewasa. Ada beda karakter pasti, ada beda pendapat biasa, namun ada keharusan untuk berlapang dada. Karena tujuannya satu, keikhlasan dan untaian doa terbaik dari setiap pihak.
Aku kadang heran juga, datang dari mana pemikiran semacam itu. Maksudku, kita di hari ini kan kumpulan dari berbagai inputan dari manapun. Kupikir pemikiran itu semata-mata datang dari interaksiku dengan orang-orang dalam berbagai organisasi yang kuikuti selama ini. Ya, sedikit banyak pasti iya. Tapi lucunya, dari proses ini baru aku sadari, bahwa ketertarikanku pada hal hal internal memang berawal dari rumah.
Mama bilang : "ya gimana-gimana juga prioritas keluarga dulu, baru yang lain." Bagiku dulu, kalimat itu begitu tak kusukai. Kenapa? Karena bagiku saat itu, kalimat itu terdengar begitu egois. Bagiku saat itu, aku iri dengan orang lain yang bisa berbuat banyak pada manusia lainnya. Bagiku saat itu, aku merasa tak banyak hal yang bisa kulakukan pada orang lain, sehingga kesal sekali rasanya ketika ingin berbuat lebih tapi malah dibatasi.
Tapi akhirnya aku mulai mengerti sebabnya. Aku mengerti, sangat memahaminya. Dan bagaimanapun juga harus bersyukur dengan apa-apa yang sudah membentukku menjadi seperti ini. Alhamdulillah :) Hey, bukankah itu salah satu fokus terpenting seorang istri atau ibu dalam rumah tangga nya kelak? Menjaga rumah tangganya? :")
Ya, kusadar bahwa segalanya memang berawal dari rumah. Rumah yang menjadi akar dari daun-daun perhatian-perhatian kita di kehidupan.
Selasa, 7 oktober 2014
No comments:
Post a Comment