NARASI BAB 1 CYB - MILIKI CINTA YANG BERPIKIR (part 1)
By : Hajah Sofyamarwa R.
Bab 1 Buku CYB ini berjudul Miliki Cinta yang Berpikir. Secara keseluruhan bagiku perunutan bahasan di bab 1 ini sangat bagus dan menarik karena bisa meluruskan dan merangkul “kekhawatiran” para orangtua mengenai tugas mulia yang akan/sedang diemban.
Aku jadi tersadar bahwa apa yang selama ini kurasakan memang wajar dialami oleh para orangtua. Saat ketika anak hadir, konsekuensinya banyak hal yang berubah dari kehidupan kita, dari mulai prioritas hidup, visi masa depan, sifat bahkan prilaku kita juga bisa berubah. Mengapa bisa begitu ya?
IMPULS ALAMIAH
Secara fisiologis, sebetulnya hadirnya “hormon cinta” atau oksitosin cukup dapat menggambarkan bagaimana seorang manusia bernama ibu bisa begitu menyayangi anak yang ia rawat. Oksitosin ini menghasilkan empati, rasa peduli dan rasa percaya antara ibu dan anak. Oksitosin sendiri akan meningkat seiring dengan meningkatnya pula interaksi antara ibu dan anak, maka hal sederhana seperti sentuhan, belaian, gendongan, pelukan, canda tawa, obrolan kita pada anak menjadi sesuatu yang sangat berarti.
UJIAN
Takdir Allah, setiap manusia punya ujiannya masing-masing. Tak semua “beruntung” untuk bisa mendapatkan indahnya limpahan cinta kasih sayang orangtuanya sedari kecil. Ada anak yang harus menerima bahwa ia tak diinginkan oleh orangtuanya : dibuang, ditelantarkan, bahkan dihabisi nyawanya. Ada pula anak yang tetap hidup namun membawa lukanya hingga dewasa : trauma masa kecil, mememendam dendam, atau stress dengan kondisi kehidupan yang berat. Bukan hal mudah tentunya hidup dalam kondisi seperti itu, maka tak sedikit yang akhirnya mengurungkan niat, jadi enggan memiliki keturunan. Merasa diri tak siap dan mungkin tak ingin kelak anaknya mengalami hal yang sama dengan dirinya.
Sebuah pernyataan dari psikolog Kerry Frost ini sebetulnya cukup mengagetkan, tapi bisa memberikan kita kesadaran sebagai manusia :
“Jelas sekali ada banyak orangtua yang tidak layak punya anak. Sekadar punya anak itu terlalu gampang. Kalau kalian orang-orang dewasa sedang berencana memiliki anak, tanyailah diri kalian sendiri, apakah kalian siap? Apakah kalian masih menyimpan trauma masa kecil? Apakah sebagai pribadi kalian mudah sekali meledak marah dan berkata kasar? Kalau kalian masih mengidap gangguan mental, pertimbangkan lagi apa kalian mampu membesarkan anak dengan sikap pengertian dan dukungan emosional yang konsisten.”
Bagaimana bila jawabannya YA semua?
Apakah artinya kita tidak layak punya anak?
Harus menyembuhkan mental diri dulu sampai selesaikah?
Apakah akan selesai dengan segera?
Bagaimana bila tidak selesai-selesai sampai maut menjemput?
Atau bagaimana?
MEMPERSIAPKAN DIRI
Sebagai manusia kita tentunya ingin terus belajar menjadi lebih baik. Maka salah satu langkah yang penting adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Tak perlu menuntut diri menjadi sempurna dulu, karena sampai kapanpun sejatinya kita tak pernah akan sempurna. Yang kita butuhkan adalah tekad untuk terus berprogress.
CINTA YANG BERPIKIR
Cinta yang penuh mendalam, yang wajib dilengkapi dengan pengetahuan,
Menurut CM, bekal mengasuh anak, pengetahuan yang dimaksud adalah dasar-dasar fisiologi dan psikologi. Tak cukup bila hanya berbekal “apa kata orang” atau sekadar bersadar pada pengalaman pribadi tanpa dasar yang kokoh. Menjadi orangtua tak ada sekolahnya, maka untuk menjalankan tugas mulia ini, dibutuhkan ilmu yang mumpuni.
DOA & HARAPAN
Dalam realita ada saja anak yang tadinya buruk, saat dewasa berubah dan menjadi baik. Namun bukankah ada pula yang tadinya “terlihat baik-baik saja”, saat dewasa justru menjadi ujian bagi orangtuanya? Maka, doa dan harapan dari orangtua adalah hal yang sangat penting, namun tidak cukup, karena sebagai manusia kita harus berusaha sebaik-baiknya. Membangun rumah yang kokoh dan indah di dunia saja butuh ilmu, perencanaan dan eksekusi yang mantap, apalagi membesarkan anak manusia yang kelak akan kita pertanggungjawabkan.
HAKIKAT ANAK
Anak bukan aset pribadi orangtua. Anak adalah amanah, amanah dari Allah dan amanah dari umat manusia. Apakah anak akan menjadi berkah bagi umat atau justru sebaliknya? Karena anak adalah titipan yang berharga, orangtua tidak cukup membesarkan anak-anak dengan baik. Mereka wajib membesarkan anak-anak dengan sebaik-baiknya. Keliru bila Orangtua merasa bebas melakukan apa saja pada anaknya “Ini anakku, terserah padaku bagaimana cara membesarkannya”
ORANGTUA YANG TIDAK SEMPURNA
Jangan mudah berpuas diri, jangan sombong.
Jangan pula merasa rendah diri, membanding-bandingkan diri hingga terintimidasi.
Setiap orang pasti punya kelemahan pribadi, terpenting sadar dan mau berjuang memperbaiki diri. Anak tak butuh orangtua yang sempurna, melainkan ayah bunda yang mencintai mereka tanpa syarat dan mau terus belajar bersama mereka.
ANAK YANG MENGAJARI KITA BANYAK HAL
Kadang kala kita yang terlalu khawatir tak cukup mampu mencintai, nyatanya anaklah yang mengajari kita bagaimana mencintai dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan pikiran.
Setiap tahun yang kita habiskan untuk mendidik dan mengasuh anak adalah pengalaman belajar yang komplet, utuh dan tak ternilai harganya. Anak-anak bisa mengeluarkan semua potensi terbaik dalam diri kita, yang sebelumnya kita tak sadari tersimpan di sana. Syaratnya hanya satu, janganlah kita mengeraskan hati.
– Ellen Kristi
Raising children, raising ourselves.
Mendidik anak pada hakikatnya adalah mendidik diri sendiri.
– Naomi Aldort